Kasus Korupsi Emas 109 Ton selama 12 Tahun, Kejagung Endus Ada Pembiaran di PT Antam
Saat ini, pihak Kejaksaan Agung sedang berupaya menghitung dugaan kerugian negara dalam perkara korupsi ratusan ton emas ini.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa peristiwa korupsi 109 ton emas sejak tahun 2010 hingga 2022 mencerminkan adanya pembiaran di perusahaan negara, PT Antam.
Peristiwa itu pada akhirnya baru terungkap pada tahun 2023, di mana Kejaksaan Agung memulai penyidikan.
"Yang jadi masalah kan begini, kenapa terjadi pembiaran di sana? Itu yang jadi masalah.
Yang lebih tahu kan internal mereka, internal PT Antam," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Minggu (9/6/2024).
Sebagai penegak hukum, Kejaksaan Agung, kata Ketut, hanya menjalankan sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
Termasuk di antaranya kecukupan alat bukti untuk menjerat tersangka dan meminta pertanggung jawaban atas kerugian negara.
"Kita kapanpun menemukan satu tindak pidana maka mulai saat itu pun kita melakukan satu penyidikan. Baru kita ketemu ini, oh kita cek dari tahun berapa kita menemukan ini," kata Ketut.
Baca juga: Alasan JK Tolak Jadi Saksi Sidang Kasus SYL, Jubir JK sebut Ini Masalah Hukum Bukan soal Kedekatan
Sepanjang penyidikan hingga kini, Kejaksaan Agung menemukan adanya penyalah gunaan wewenang oleh beberapa mantan pejabat Antam.
Hasilnya, 109 ton emas ilegal beredar di pasaran.
Di antara emas-emas tersebut, menurut Ketut ada yang berasal dari luar negeri.
Selain itu, ada pula yang bersumber dari aktivitas penambangan ilegal.
"Sumber emasnya itu juga bisa berasal dari luar negeri, sebagian juga berasal dari penambang-penambang ilegal dan pengusaha ilegal," katanya.
Saat ini, pihak Kejaksaan Agung sedang berupaya menghitung dugaan kerugian negara dalam perkara korupsi ratusan ton emas ini.
Hitung-hitung kerugian negara dilakukan berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sekarang lagi dihitung sama teman-teman penyidik dan BPKP," ujarnya.
Baca juga: Sosok Besar Disebut Paling Banyak Dapat Cuan Kasus Timah Belum Disentuh, Kejagung Terancam Digugat
Diperkirakan penghitungan kerugian negara dalam perkara emas ini akan segera rampung.
Sebab menurut Ketut, emas memiliki emas memiliki standar harga yang jelas.
Dari situlah tim kemudian menjadikannya patokan sebagai pendapatan yang semestinya diterima negara dari peredaran emas Antam.
"Harga emas itu ada standar internasionalnya dan ada harga marketnya. Beberapa item pendapatan yang harus diterima oleh negara karena tidak melalui satu prosedur itu menjadi kerugian negara nanti," katanya.
Dalam perkara emas sendiri Kejaksaan Agung telah menetapkan enam tersangka: TK, General Manager UBPP LM Antam periode 2010–2011; HM periode 2011–2013; General Manager periode 2013–2017; dan ID periode 2021–2022.
Para eks General Manager UBPP LM Antam itu disebut-sebut menyalah gunakan wewenang dengan melakukan aktivitas secara ilegal.
Mereka diduga telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek LM Antam.
"Padahal para tersangka ini diketahui bahwa melekatkan merek Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar karena merek ini merupakan hak eksklusif dari PT Antam," kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, Rabu (29/5/2024).
Baca juga: Eks Dirut Antam Diperiksa Kejaksaan Agung di Kasus Korupsi Emas 109 Ton
Akibatnya perbuatan, mantan GM UBPP LM Antam itu, pada periode 2010–2022 telah beredar emas 109 ton dengan identitas Antam.
"Akibat perbuatan ini maka dalam periode tersebut telah mencetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi," ujar Kuntadi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.