Polemik Tapera: Anies Minta Pemerintah Dengar Aspirasi Publik, Penyesalan Basuki, & Respons Moeldoko
Ragam komentar polemik Tapera, Anies Baswedan minta pemerintah dengarkan aspirasi pemerintah hingga penyesalan Menteri PUPR Basuki.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) saat ini tengah ramai diperbincangkan publik.
Skema iuran Tapera yang memotong gaji para pegawai ini mendapatkan penolakan dari masyarakat.
Terkait hal ini, eks Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, meminta pemerintah mendengarkan aspirasi publik.
Dengan begitu, negara bisa menilai seberapa besar kebijakan itu bisa diterima masyarakat.
"Saya rasa begini, dari komentar-komentar publik, negara bisa menilai, seberapa masuk akal kebijakan itu," kata Anies kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024).
Sementara itu, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengaku menyesal karena program Tapera membuat masyarakat justru melancarkan protes keras.
Hal ini disampaikannya seusai raker bersama DPR, Kamis (6/6/2024).
"Dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul," ujarnya, Kamis.
Kini, jelas Basuki, pemerintah sudah memiliki program pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat lewat Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Sosok yang juga merupakan Komite BP Tapera itu mengungkapkan program ini telah menggelontorkan dana mencapai Rp105 triliun.
"Cukup diketahui, APBN sampai sekarang sudah Rp105 triliun dikucurkan untuk FLPP, untuk subsidi bunga."
Baca juga: Potongan Tapera Bikin Gaduh, Menteri Basuki Menyesal dan Akan Lapor Presiden Jokowi
"Kalau untuk Tapera ini mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp50 triliun," jelas Basuki.
Adapun, Basuki dan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengaku sepakat untuk menunda iuran Tapera.
Pasalnya, menurut perhitungan mereka, masyarakat belum siap menerima kebijakan tersebut.
Hal ini terlihat dari masifnya penolakan masyarakat terhadap pemotongan gaji untuk Tapera.
"Jadi kalau ada misalnya usulan, apalagi DPR misalnya (minta ditunda), ketua MPR untuk diundur. Menurut saya, saya sudah contact Bu Menteri Keuangan, kita akan ikut (sepakat menunda)," terang Basuki.
Apalagi, lanjut Basuki, pemerintah juga belum siap terkait dengan sosalisasi.
Atas dasar itu, ia berpendapat akan lebih baik jika Tapera diundur dan tidak perlu berbenturan antara pemerintah dengan masyarakat.
"Saya kira iya (menunggu kesiapan masayarakat). Kenapa kita harus saling berbenturan, enggak-enggak (perlu seperti itu), insyaAllah."
"Kalau yang punya rumah, sebagai penabung dan bunganya lebih besar dari deposito kalau dia mau ambil. Undang-undangnya menyampaikan wajib (ikut Tapera). Ini sosialisasinya kami juga lemah dan belum kuat," jelasnya.
Dengar Masukan Banyak Pihak
Di sisi lain, Kepala Staf Presiden, Moeldoko, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan adanya program untuk menyelesaikan masalah krisis kepemilikan rumah (backlog) di Indonesia.
Saat ini terdapat backlog 9,9 juta yang harus ditangani.
"Beliau (Jokowi) katakan ada backlog 9,9 juta, ini kan harus ditangani negara harus hadir," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jumat.
Menurutnya, program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah melalui Kementerian PUPR tidak berjalan efektif.
Tidak banyak pekerja atau masyarakat berpenghasilan rendah yang menggunakan program tersebut.
FLPP adalah dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).
"Pendekatan FLPP kemarin dengan subsidi bunga 5 persen ternyata perkembangan populasinya gak banyak, paling banyak 300 ribu pertahun," terangnya.
Dengan jumlah pengguna FLPP yang hanya 300 ribu pertahun maka kondisi krisis kepemilikan rumah yang mencapai 9,9 juta per tahun akan sulit untuk diselesaikan.
Oleh sebab itu, muncul program Bapertarum bagi ASN yang kemudian diperluas menjadi Tapera yang menyasar pegawai swasta.
"Backlog akan sulit diselesaikan, jumlah backlog kapan mau dikejar sehingga perlu skema baru. Skemanya ASN dulu Bapertarum tapi melihat bahwa ini cakupan lebih luas maka muncul Tapera itu," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Moeldoko sekarang ini bukan masalah menunda atau tidaknya program Tapera. Tetapi mendengarkan masukan berbagai pihak dalam menjalankan program tersebut.
"Persoalannya bukan ditunda atau tidak, tapi persoalannya mendengarkan aspirasi berbagai pihak sehingga nanti akan ada perbaikan di peraturan menterinya," ucapnya.
(Tribunnews.com/Deni/Chaerul/Milani/Taufik)