Soal Aturan Izin Tambang bagi Ormas Keagamaan, Pakar Singung Balas Budi di Pilpres 2024
Kata Bivitri, hal itu bukan hanya sebagai cara balas budi. Namun, nantinya ormas keagamaan bisa menjadi alat politik.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negata, Bivitri Susanti mengkritisi aturan izin pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan. Menurutnya, kebijakan tersebut keliru.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi memberi jatah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
"Ini kebijakan yang salah. Menurut saya ini ada kaitannya dengan cara untuk membalas budi dalam pilpres kemarin," kata Bivitri kepada awak media di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Kata Bivitri, hal itu bukan hanya sebagai cara balas budi. Namun, nantinya ormas keagamaan bisa menjadi alat politik.
"Sekaligus tidak hanya membalas budi, nantinya ormas-ormas besar bisa direkrut untuk jadi koalisinya negara," jelasnya.
Baca juga: Beratkan Pengusaha, Ombudsman RI Usul Iuran Tapera 3 Persen Ditanggung Sepenuhnya oleh Pekerja
Sebelumnya Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengakui bahwa pihaknya telah mengajukan pengelolaan tambang kepada Pemerintah.
Pengajuan ini dilakukan menyusul kebijakan baru Pemerintah yang mengizinkan organisasi masyarakat untuk mengelola tambang.
"Sehingga kami memang sudah mengajukan begitu setelah pemerintah mengeluarkan Revisi PP nomor 96 tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan. Nah sekarang masih berproses misalnya untuk peraturan presiden dan lain-lain kita lihat nanti," ujar Gus Yahya dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jln Kramat Raya, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Gus Yahya mengakui bahwa pengelolaan tambang ini dibutuhkan oleh PBNU untuk membiayai organisasi. Menurut Gus Yahya, saat ini kondisi umat di tataran Bawah membutuhkan intervensi pembiayaan.
Sehingga pendapatan dari pengelolaan tambang bisa membantu pembiayaan organisasi.
Sementara itu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan tidak ingin tergesa-gesa terkait kebijakan baru pemerintah soal izin tambang bagi ormas keagamaan.
Ketua PP Muhammadiyah, Kiai Saad Ibrahim, mengatakan pihaknya akan menggodok lebih dalam mempertimbangkan berbagai sisi baik dan buruknya.
Baca juga: Sederet Fakta Bambang Susantono-Dhony Rahajoe Lepas Jabatan Kepala dan Wakil Otorita IKN: Ruwet
Kiai Saad menegaskan, sampai sejauh ini belum ada surat masuk atau pemberitahuan resmi dari pemerintah untuk Muhammadiyah terkait dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Kalau secara khusus surat masuk mungkin belum. Tapi dalam konteks yang lebih umum saya baca itukan mengenai ormas-ormas, sehingga kemudian Muhammadiyah bagian dari ormas itu, tapi akan kita godog terlebih dahulu secara lebih baik dan lain sebagainya,” kata Saad.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.