Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakai Peraturan Menteri LHK, Penghitungan Kerugian Negara Kasus Korupsi Timah Dinilai Salah Kamar

Unsur kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang ditangani Kejaksaan Agung dinilai kubu tersangka Aon tak terpenuhi.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Pakai Peraturan Menteri LHK, Penghitungan Kerugian Negara Kasus Korupsi Timah Dinilai Salah Kamar
Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Penasihat hukum Aon, Andy Inovi Nababan saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2024). Unsur kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang ditangani Kejaksaan Agung dinilai tim penasihat hukum tersangka Tamron alias Aon tak terpenuhi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Unsur kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang ditangani Kejaksaan Agung dinilai tim penasihat hukum tersangka Tamron alias Aon tak terpenuhi.

Alasannya, dasar penghitungan kerugian negara yang digunakan ialah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2014.

"Unsur kerugian negaranya tidak terpenuhi, dasar penghitungannya tidak bisa dipakai," ujar penasihat hukum Aon, Andy Inovi Nababan saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2024).

Hal itu karena Peraturan Menteri yang dimaksud, menurut Andy dikhususkan untuk mengatur tata cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup, bukan pidana korupsi.

"Itu (Permen LHK Nomor 7 Tahun 2014) untuk mengatur tata cara sengketa lingkungan hidup, di luar maupun di dalam pengadilan. Tujuan Peraturan Menteri itu untuk perlindungan lingkungan, bukan penghitungan kerugian negara," katanya.

Sedangkan para tersangka dalam perkara ini dijerat ketentuan tindak pidana korupsi (Tipikor), yakni Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Penggunaan dua ketentuan yang berbeda itu dianggap Andi tidak nyambung dan cenderung salah kamar.

BERITA REKOMENDASI

"Angka itu belakangan, berulang kali ditegaskan adalah kerugian ekologis yang dipakai adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, tapi untuk tindak pidana korupsi. Ini sudah salah kamar," ujar Andy.

Baca juga: 3 Kerugian Negara akibat Kasus Korupsi di PT Timah, Nilainya Capai Rp300 Triliun

Selain kerugian negara, soal dugaan permufakatan dengan penyelenggara negara sebagaimana yang kerap diungkap Kejaksaan Agung juga dinilai kurang tepat.

Sebab selama ini Kejaksaan menyatakan bahwa tersangka Aon bermufakat dengan PT Timah sebagai penyelenggara negara.

Padahal PT Timah dinilai bukanlah perusahaan negara.

"Karena PT Timah itu adalah anak BUMN (Badan Usaha Milik Negara), bukan BUMN. Dan itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017," katanya.


Daftar Tersangka dan Nilai Kerugian Negara

Sebagai informasi, dalam perkara dugaan korupsi timah ini, hingga kini ada 22 orang yang dijerat.

Satu di antaranya sudah disidangkan, yakni Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron yang djerat obstruction of justice atau perintangan proses hukum di Pengadilan Negeri Pangkalpinang.

Kemudian ada 12 tersangka yang kewenangan perkaranya sudah di penuntut umum, yakni:

• M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah periode 2016 hinggga 2021;
• Emil Emindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai 2018;
• Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP;
• Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku Eks Komisaris CV VIP;
• Gunawan (MBG) selaku Direktur Utama PT SIP;
• Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP;
• Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS;
• Rosaina (RL) selaku General Manager PT TIN;
• Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT;
• Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT;
• Tamron alian Aon sebagai pemilik CV VIP; dan
• Achmad Albani selaku manajer Operasional CV VIP.

Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hasan Tjhie (kanan) dan Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan (kiri) tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Kejaksaan Agung melakukan pelimpahan tahap dua ke JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan meliputi 10 tersangka beserta barang bukti perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hasan Tjhie (kanan) dan Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan (kiri) tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Kejaksaan Agung melakukan pelimpahan tahap dua ke JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan meliputi 10 tersangka beserta barang bukti perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sedangkan sembilan lainnya, kewenangannya masih di penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung:

• Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono; 
• Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; 
• Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo;
• Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN); 
• Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW);
• Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN);
• Perwakilan PT RBT, Hendry Lie;
• Owner PT TIN, Hendry Lie (HL);
• dan Marketing PT TIN, Fandy Lingga (FL).

Dalam perkara ini, total ada enam tersangka yang juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni: Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.

Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 300 triliun.

Kerugian yang dimaksud meliputi harga sewa smelter, pembayaran biji timah ilegal, dan kerusakan lingkungan.

"Perkara timah ini hasil penghitungannya cukup lumayan fantastis, yang semula kita perkirakan Rp 271 T dan ini adalah mencapai sekitar Rp 300 T," ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin saat jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

Kolase pengusaha timah asal Bangka Belitung, Tamron Tamsil alias Aon (atas) yang diduga melakukan pencucian uang dari dugaan korupsi komoditas timah lewat suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis (bawah kiri) dan Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim (bawah kanan). 
Kolase pengusaha timah asal Bangka Belitung, Tamron Tamsil alias Aon (atas) yang diduga melakukan pencucian uang dari dugaan korupsi komoditas timah lewat suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis (bawah kiri) dan Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim (bawah kanan).  (Kolase Tribunnews)

Akibat perbuatan yang dianggap jaksa merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Para tersangka TPPU dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian yang terjerat OOJ dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas