Pengamat Kebijakan Publik Tanggapi Terbitnya Perpres Nomor 42 Tahun 2024
Pengamat Kebijakan Publik menanggapi adanya Perpres nomor 42 tahun 2024 dan meminta untuk pemerintah pertimbangkan dengan matang.
Editor: Content Writer
Menurutnya, studi antropologi penting karena dapat melihat peta persebaran penduduk, pekerjaan, dan budaya yang berguna untuk memberikan penanganan bagi masyarakat yang terdampak.
“Itu semua harus ada data antropologi sosial, di mana orang ini, terus diapain. Harus ada mitigasinya, kalau tidak pembangunan jalan tol menjadi pusat kemiskinan baru,” katanya.
Perpres 24 Tahun 2024 mempercepat pembangunan jalan tol di Sumatera, termasuk Sumatera Utara dengan Aceh dan Jambi. Selain itu, ada pula pengusahaan 24 ruas jalan tol.
“Kalau mau bangun yang ujung Aceh sampai Sumatera Utara oke untuk ekonomi. Jalan Banda Aceh ke Medan itu jalan arterinya rame loh yang jualan. Terus ke Lhokseumawe dan seterusnya. Nah, kalau itu nanti dibangun tol ke sana, ini orang-orang ini ke mana, jualannya, itu yang mesti dipikirkan,” tuturnya.
Baca juga: Menteri Basuki: Jalan Tol IKN Nusantara Beroperasi Fungsional Sebelum Upacara 17 Agustus 2024
Bangun langkah jangka pendek dan panjang soal pengungkit ekonomi
Agus menambahkan, pemerintah dan Hutama Karya perlu memikirkan langkah jangka pendek dan jangka panjang untuk mengungkit ekonomi di sekitar jalan tol.
Dia mencontohkan, Jalan Tol Bitung-Manado dibangun karena pemerintah akan membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Namun, pembangunan KEK itu dibatalkan sehingga jalan tersebut kini sepi. Agus meminta pembangunan JTTS juga diikuti dengan pembangunan bangkitan-bangkitan ekonomi di sekitar jalan.
“Kalau tidak ada bangkitan ekonomi, ya masyarakatnya tidak tambah kaya. Jadi, jalan tol itu dibangun supaya ada bangkitannya. Nah, diciptakanlah bangkitannya, ada nggak kawasan industri? Tadi contoh Manado-Bitung, akhirnya nggak ada yang lewat,” katanya.
Terkait hal itu, Ia meminta Hutama Karya menggelar pembicaraan dengan kalangan industri agar dalam 5 atau 10 tahun ke depan jalan tersebut dilalui pelaku industri KEK, perdagangan, perkebunan, hingga kawasan wisata.
“Misalnya, sekarang di Bakauheni, Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia (ASDP) membangun taman hiburan. Dari sekitar Lampung pasti akan sering ke situ kalau taman hiburannya bagus dan menarik,” ucapnya.
Skema pembiayaan harus terperinci
Lebih lanjut, Agus mengatakan, skema pembiayaan dalam Perpres 24 Nomor 2024 tidak disebutkan dengan rinci dan akan menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dalam hal ini, Hutama Karya merupakan pihak yang membangun dan mengoperasikan, termasuk dalam hal perawatan yang mahal jika pengerjaan dilakukan asal cepat.
Dia mengingatkan, skema KPBU memiliki risiko finansial bagi badan usaha milik negara (BUMN) yang terlibat, termasuk beberapa perusahaan BUMN di bidang konstruksi lain yang mengalami masalah tersebut.
“Dengan penugasan ini, pemerintah hanya, misal urusin untuk tanah, tetapi untuk konstruksinya belum sehingga perusahaan harus cari sendiri,” ujarnya.
Baca juga: Hutama Karya Bangun Gedung RSUP DR Sardjito Senilai Rp267 Miliar, Progres Sudah 76,3 Persen
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.