Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Praktisi Hukum Kritik Pelarangan Konten Investigasi Jurnalistik Eksklusif dalam RUU Penyiaran

Praktisi hukum Deolipa Yumara menyoroti polemik Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini tengah dibahas di DPR RI.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Febri Prasetyo
zoom-in Praktisi Hukum Kritik Pelarangan Konten Investigasi Jurnalistik Eksklusif dalam RUU Penyiaran
Tribunnews/Fahmi Ramadhan
Diskusi bertajuk 'Menakar Urgensi RUU Penyiaran' yang digelar Ikatan Wartawan Hukum di kawasan Jakarta Selatan, Jum'at (14/6/2024) 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum Deolipa Yumara menyoroti polemik revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Salah satu hal yang menjadi sorotan Deolipa adalah larangan penyiaran konten jurnalistik investigasi eksklusif yang diatur dalam draf RUU Penyiaran tersebut.

Menurutnya akan ada kebingungan di tengah masyarakat dan jurnalis mengenai kata eksklusif yang tersemat dalam aturan tersebut.

"Ada kata-kata eksklusif, tapi ekslusifnya juga enggak dibahas. Bagaimana misalnya kita tidak tahu, apa tidak eksklusif dan eksklusif. Jadi ini adalah kata-kata yang multitafasir," ujar Deolipa dalam diskusi bertajuk "Menakar Urgensi RUU Penyiaran" yang digelar Ikatan Wartawan Hukum di Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2024).

Aturan ini pun, kata dia, nantinya tak menutup kemungkinan akan menghambat kerja-kerja jurnalistik itu sendiri.

"Jadi, kerja jurnalis kerja pers itu 90 persen adalah investigasi dan 10 persen menyiarkan kan gitu," katanya.

BERITA REKOMENDASI

Terkait hal ini, sebelumnya sejumlah massa aksi yang tergabung dari aliansi jurnalis dan serikat pekerja media menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024) lalu.

Aksi tersebut berkaitan dengan dibahasanya Revisi Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Setidaknya ada beberapa poin yang menjadi fokus penolakan oleh massa aksi terhadap Revisi UU tersebut.

Pertama, mereka menolak pasal yang memberikan wewenang berlebihan kepada pemerintah untuk mengontrol konten siaran.

"Pasal ini berpotensi digunakan untuk menyensor dan menghalangi penyampaian informasi yang objektif dan kritis," tulis seruan dalam aksi tersebut.

Kedua, massa aksi menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen.

Sebab, hal tersebut diyakini dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik.

Ketiga, massa aksi menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional ini akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.

Keempat, mereka menuntut DPR dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers dan masyarakat sipil.

Kelima, massa aksi mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia.

"Kami menyerukan kepada seluruh jurnalis, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk tetap waspada dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers," sambungnya.

Tak cukup di situ, massa aksi yang merupakan organisasi profesi pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi prodemokrasi di Jakarta, dengan tegas menuntut pembatalan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran.

Sebab, beleid tersebut berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Dalam aksi demonstrasi ini.

Sementara itu, terdapat tiga tuntutan yang dilayangkan oleh seluruh peserta aksi.

1. Segera batalkan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran.

2. Libatkan partisipasi Dewan Pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi secara aktif dan bermakna dalam pembahasan revisi UU Penyiaran

3. Pastikan perlindungan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas