Pengamat Soroti Penyitaan HP & Buku Sekjen PDIP oleh Penyidik KPK Tanpa Persetujuan Ketua Pengadilan
Cecep menambahkan, KPK selaku penegak hukum seharusnya merupakan lembaga yang harus bisa menaati KUHAP.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Cecep Handoko menyebut, langkah AKBP Rossa Purbo Bekti, penyidik KPK yang menyita HP dan buku milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ketika dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Harun Masiku kepada komisioner KPU, sebagai bentuk arogan.
Apalagi penyitaan tersebut tanpa persetujuan ketua pengadilan.
Cecep menambahkan, KPK selaku penegak hukum seharusnya merupakan lembaga yang harus bisa menaati KUHAP.
“Jangan kemudian arogansi yang dikedepankan, karena ini kita bicara hukum. Maka unsur-unsur yang terkait dengan penegakan harus sesuai dengan KUHAP," kata Cecep kepada wartawan, Jumat (21/6/2024).
Karena itu, kata pria yang akrab disapa Ceko ini, mempertanyakan apakah penyidik KPK sudah mengantongi surat dari pengadilan ketika menyita barang milik saksi Hasto Kristiyanto.
"Karena (ada proses dalam surat menyurat) itu berproses yah, kalau tidak dilengkapi maka ini harus diuji," terang Ceko.
Sebagai penegak hukum, kata Ceko, KPK jangan sampai mengakomodir pesanan dari oknum tertentu demi kepentingan politik.
"Bila lembaga hukum seperti itu, apa yang terjadi nantinya. Penegakan hukum nantinya hanya berdasarkan order. Bila terjadi demikian, maka hancurlah penegakan hukum seperti ini," tandasnya.
Sebelumnya, Kusnadi staf Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memprotes tindakan penyitaan yang dilakukan penyidik KPK ketika dimintai keterangan sebagai saksi untuk Harun Masiku dalam dugaan suap ke komisioner KPU.
Hasto menilai penyitaan itu tidak sesuai dengan KUHAP karena penyitaan itu dilakukan melalui stafnya yang bernama Kusnadi.
Karena tindakan penyidik KPK yang bernama AKBP Rossa Purbo Bekti itu, Hasto dan tim kuasa hukumnya melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK. Kemudian, berencana menempuh praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.