Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Kuasa Hukum Aon Kritik Kejagung: Hitungan Kasus Korupsi Timah Kok Pakai Permen Perdata Lingkungan

Kerugian negara Rp 300 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah belakangan menjadi buah bibir di kalangan masyarakat.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Kuasa Hukum Aon Kritik Kejagung: Hitungan Kasus Korupsi Timah Kok Pakai Permen Perdata Lingkungan
Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Penasihat hukum Aon, Andy Inovi Nababan. Ia mengkritik dasar perhitungan kerugian negara Rp 300 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah 

Bambang Heru sebagai ahli lingkungan, menghitung kerugian ekologis dari kerusakan lingkungan yang mencapai Rp 271 triliun. Sedangkan BPKP menemukan kerugian negara dalam kasus ini dari segi harga sewa smelter dan pembayaran bijih timah ilegal

Namun Kejaksaan Agung dinilai Andy tidak berwenang untuk menghitung kerugian negara, termasuk dengan menunjuk pihak lain yang dalam hal ini ahli lingkungan.

"Dia ahli yang menghitung 271 triliun itu atas dasar apa menghitung? Sudah jelas peraturannya salah, lalu siapa yang menunjuk dia untuk menghitung? Jaksa? Kejaksaan Agung? Apakah Kejaksaan Agung memiliki kewenanan untuk melakukan penghitungan terkait tindak pidana korupsi? This is a big problem," katanya.

Sedangkan kewenangan BPKP untuk menghitung kerugian negara, dianggap masih menjadi perdebatan.

Sebab ada lembaga yang memang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kalau saya mengacu ke Surat Edaran Mahkamah Agung itu jelas mengatakan bahwa yang berhak menyatakan adanya potensi atau dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi, penyalah gunaan keuangan negara, itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang itu bukan BPKP," ujar Andy.

Tak hanya soal kerugian negara, keabsahan aktifitas pertambangan timah yang dinyatakan Kejaksaan Agung ilegal, juga menjadi sorotan.

Berita Rekomendasi

Hal itu karena untuk menentukan ada atau tidaknya aktifitas ilegal mining merupakan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebab di dalamnya, terdapat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).

Dasar peraturan pun semestinya menggunakan Undang-Undang Minerba untuk menentukan legal atau tidaknya suatu kegiatan penambangan.

"Kan ada Undang-Undang Minerba, ada ketentuan pidananya. Siapa yang berhak menentukan itu ilegal atau legal? Kementerian ESDM yang memiliki juga disitu penyidik pegawai negeri sipil, berhak untuk melakukan penegakan hukum terkait ilegal mining-nya," ujar Andy.

Setelah dugaan ilegal mining itu terbukti hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, barulah dimungkinkan untuk Kejaksaan Agung menariknya ke dalam perkara korupsi.

"Dia (Kejaksaan) mencomot saja tafsir atau terminologi dalam Undang-Undang ESDM, 'Oh ini sudah masuk ilegal mining, jadi ini ilegal, uang yang masuk itu menjadi kerugian negara.' Sebentar dulu, jaksa berhak enggak menentukan? Harus ada putusan dulu yang menyatakan bahwa itu aktifitas ilegal mining," katanya.

Daftar Tersangka dan Nilai Kerugian Negara Menurut Kejaksaan Agung

Sebagai informasi, dalam perkara dugaan korupsi timah ini, hingga kini Kejaksaan Agung sudah menjerat 22 orang.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas