Wapres Sebut Tak Pernah Terpikir Pusat Data Nasional Bisa Diretas: Dahulu Disatukan Agar Aman
Padahal menurut dia, dampak dari peretasan tersebut cukup dahsyat, karena terpengaruh pada beberapa layanan kementerian dan lembaga.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAWA TIMUR - Wakil Presiden RI (Wapres) Maruf Amin menyoroti peretasan Pusat Data Nasional (PDN) Kemenkominfo yang terjadi di beberapa server lembaga dan instansi pemerintah.
Kata Wapres sejatinya bahaya peretasan terhadap pusat data itu sudah dicoba untuk ditangani sejak dahulu, atau saat server di lembaga instansi masih terpisah.
Baca juga: PDN Belum Pernah Diaudit sampai Diretas Hacker, Jokowi Perintahkan BPKP Turun Tangan
"Begitu juga soal pusat data nasional. Memang dulu pusat data nasional itu dianggap bahwa di beberapa komunitas-komunitas lembaga kita itu mudah diretas," kata Wapres saat ditemui usai peresmian Pondok Pesantren Asy-Syadzili, di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (28/6/2024).
Atas adanya kekhawatiran tersebut, maka pusat data di berbagai lembaga dan instansi akhirnya dipadukan menjadi pusat data nasional (PDN) yang dipegang oleh Kemenkominfo.
Baca juga: Budi Arie Jawab Desakan Mundur dari Jabatan Menkominfo Imbas Peretasan PDN: Sudahlah Biar Saja
Namun, dilalah agar pusat data itu aman, justru kata dia, saat diretas malah berdampak pada sebagian besar server.
"Sehingga disatukan jadi pusat data nasional. Ternyata ketika dipusatkan itu begitu diretas semua jadi kena semua," kata Wapres.
Wapres lantas menyatakan kalau sejatinya kondisi saat ini tidak pernah terpikirkan oleh pemerintah saat itu.
Padahal menurut dia, dampak dari peretasan tersebut cukup dahsyat, karena terpengaruh pada beberapa layanan kementerian dan lembaga.
"Sehingga ini tidak terpikirkan dulu. Ada peretasan begitu dahsyatnya," tandas dia.
Tak hanya itu, Wapres juga merespons soal adanya desakan dari masyarakat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi untuk mundur karena PDN kena retas hacker.
Kata Wapres, terkait mundurnya seorang menteri itu merupakan kewenangan atau hak prerogatif dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Saya kira urusan ganti menganti itu urusan hak prerogratif presiden," kata Wapres.
Dia enggan menaruh fokus pada persoalan tersebut, yang paling penting saat ini dilakukan kata dia, bagaimana kondisi itu benar-benar pulih seutuhnya.
Baca juga: Tak Mampu Kembalikan Data PDN usai Diretas, Segini Gaji-Tunjangan Kepala BSSN dan Menkominfo
Dengan begitu maka, nantinya penyebab utama dari kenapa PDN itu bisa diretas baru bisa terlihat.
Termasuk kata Wapres, untuk mengetahui pihak mana yang harusnya bertanggungjawab atas persoalan tersebut.
"Tetapi bahwa persoalan ini harus kita dalami, pertama kita pulihkan dulu, baru kita cari sebabnya, siapa yang harus di salahkan itu nanti," tandas dia.
Sebagai informasi, desakan untuk Budi Arie Setiadi mundur dari Menkominfo menggema di media sosial.
Bahkan masyarakat telah mengeluarkan gerakan bertajuk "kartu merahkan Menkominfo".
Kondisi itu terjadi pasca server atau pusat data nasional (PDN) Kominfo yang meliputi berbagai kementerian dan lembaga serta instansi dihack atau diretas.
Kekinian, server untuk Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan layanan Keimigrasian Kemenkumham serta BPJS Ketenagakerjaan juga terkena retas.
Atas hal tersebut, Komisi I DPR RI telah memanggil Kemenkominfo bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk rapat dengar pendapat pada Kamis (27/6/2024).
Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin meminta kepada kedua lembaga tersebut untuk mencari peretas pusat data nasional (PDN).
Hasanuddin mempertanyakan sejauh mana Kominfo dan BSSN melakukan forensik digital atas peretasan itu.
"Apakah pelakunya sudah diketahui karena setahu kami ransomware itu yang pertama mengunci, hanya dua diperbaiki," kata Hasanuddin saat rapat dengar pendapat dengan Menkominfo Budi Arie Setiadi dan BSSN di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Bahkan, kata dia, perbaikan sistem layanan PDN cukup sulit dan tingkat keberhasilannya di bawah 20 persen.
"Tapi harus ditracking. Sekarang kalau ditracking siapa pelakunya dan sekarang itu kan mereka kunci, kodenya di mereka, kita diminta untuk menebus. Lah kan tidak mungkin," ujar Hasanuddin.
Selain itu, Hasanuddin juga meminta penjelasan Kominfo dan BSSN mengenai strategi mereka untuk melakukan pemulihan.
"Saya pengen tahu secara clear dan apakah SDM yang bapak miliki cukup tidak untuk memberikan proteksi kepada seluruh lembaga negara khususnya masalah IT," ucapnya.
Sebab, dari 282 instansi hanya ada 44 yang dilaporkan bisa kembali pulih meksipun tidak seutuhnya.
"Karena dalam data kami 282 instansi justru ya sudah hancur hanya 44 saja diprediksi akan kembali pulih dan itu mungkin hanya di bawah 100 persen," ungkap Hasanuddin.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.