KPK Usut Anggota BPK Haerul Saleh soal Dugaan Pelicin Rp12 M untuk WTP Kementerian SYL
Apalagi belakangan sudah ada beberapa keterangan saksi dan bukti temuan awal adanya dugaan praktik suap terkait pengkondisian opini WTP laporan keuang
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mendalami peran anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Haerul Saleh yang terungkap dalam sidang kasus korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dkk.
Dalam persidangan sebelumnya terungkap bahwa Haerul Saleh melakukan pertemuan dengan Syahrul Yasin Limpo terkait pengondisian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementerian Pertanian (Kementan).
"Semua fakta persidangan yang dapat menguatkan unsur perkara pidana yang sedang diusut, dapat didalami oleh Penyidik," ujar Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, kepada awak media, Sabtu (29/6/2024).
Tessa mengatakan KPK membuka peluang melakukan pengembangan.
Apalagi belakangan sudah ada beberapa keterangan saksi dan bukti temuan awal adanya dugaan praktik suap terkait pengkondisian opini WTP laporan keuangan Kementan.
Baca juga: Toyota Vellfire Sudah, Kini Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp600 Juta ke KPK
Diberitakan, pihak BPK disebut meminta uang senilai Rp12 miliar sebagai syarat agar Kementan mendapat predikat opini WTP dalam laporan keuangan Kementan.
Adapun hal itu diungkapkan eks Sekertaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono, dalam keterangannya saat bertindak sebagai saksi mahkota untuk dua terdakwa SYL) dan Muhammad Hatta pada lanjutan sidang kasus gratifikasi dan pemerasan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Pernyataan Kasdi itu bermula ketika ia dicecar hakim perihal pertemuannya dengan pihak BPK pada saat masih menjabat sekjen di Kementan.
"Berapa kali saudara atau anak buah saudara bertemu dengan pihak BPK dalam rangka mengamankan temuan laporan keuangan?" tanya hakim.
"Ya, Yang Mulia, opini WTP itu," ucap Kasdi menanggapi.
Baca juga: Buntut Kasus Tewasnya Pelajar SMP Diduga Dianiaya, IPW Minta Kapolda Sumbar Nonaktifkan Dirsabhara
Baca juga: KPK: Bansos yang Dikorupsi Adalah yang Dibagikan Presiden Jokowi
Kasdi pun menjelaskan bahwa setelah ada rapat antara pejabat eselon I Kementan dan BPK, SYL lanjut lakukan pertemuan empat mata dengan anggota IV BPK bernama Haerul Saleh.
Dalam pertemuan empat mata itu antara SYL dengan Haerul Saleh diketahui membicarakan mengenai opini WTP tersebut.
"Nah, setelah itu kami diminta untuk 'antisipasi' terkait WTP ini, maka itu saya koordinasikan dengan eselon I, Yang Mulia," ucap Kasdi.
Lebih lanjut dikatakan Kasdi setelah itu terdapat pertemuan kembali antara Kementan melalui Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) dengan auditor BPK bernama Victor.
Berdasarkan informasi dari Dirjen PSP itulah kemudian kata Kasdi ada permintaan uang dari BPK perihal pengamanan status WTP tersebut.
"Permintaan uang sejumlah Rp10 miliar, awalnya Rp10 miliar kemudian tambah lagi Rp2 miliar. Untuk mengamankan supaya mendapat WTP," kata Kasdi.
SYL Dituntut 12 Tahun Penjara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut hukuman pidana 12 tahun penjara untuk terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Tuntutan itu dilayangkan terkait dengan dugaan gratifikasi Rp 44,5 miliar yang diterima SYL saat menjabat Mentan.
Total uang tersebut diperoleh oleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
Baca juga: Bareskrim Ungkap Modus WN Cina Tipu 800 WNI: Lowongan Kerja Like dan Subscribe Konten
Dugaan korupsi SYL di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) dilakukan dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Tak hanya pidana badan, jaksa KPK juga menuntut SYL untuk membayar denda Rp 500 juta Jika denda tersebut tak dibayar, maka diganti dengan 6 bulan kurungan.
Pertimbangan yang memberatkan tuntutan SYL diantaranya bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan SYL bermotif ketamakan.
Selain dituntut 12 tahun penjara, SYL juga dituntut untuk membayar uang penganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.
Uang pengganti tersebut harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah perkara ini inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak dibayar, maka harta bendanya menurut jaksa, disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dan jika tidak mencukupi akan diganti pidana penjara 4 tahun," kata jaksa.
Dalam melayangkan tuntutannya, JPU memiliki pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan tuntutan tersebut.
Hal yang memberatkan di antaranya, jaksa menilai bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan SYL bermotif ketamakan.
"Hal-hal yang memberatkan: tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dengan motif yang tamak," ujar jaksa KPK.
Selain itu, sikap SYL di persidangan juga menjadi pertimbangan memberatkan dalam tuntutan jaksa. Sebab menurut jaksa, SYL cenderung berbelit-belit dalam memberkan keterangan di persidangan.
"Terdakwa tidak berterus terang atau berbelit-belit dalam memberikan keterangan," ujar jaksa.
Baca juga: BPK Nyayur Rp 10,5 Miliar di Proyek Tol MBZ, Pejabat Waskita Terpaksa Bikin Proyek Fiktif
Kemudian, jaksa menilai bahwa perbuatan SYL telah menciderai kepercayaan masyarakat dan dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Adapun untuk meringankan, jaksa mempertimbangan usia lanjut SYL.
"Hal-hal yang meringankan Terdakwa telah berusia lanjut 69 tahun pada saat ini," katanya.
SYL tidak terima dengan tunutan JPU. SYL merasa tuntutan dua belas tahun tidak memperhatikan kontribusinya kepada negara sebagai Menteri Pertanian.
Ia pun menyatakan akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.