Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Revisi UU Partai Politik dan UU Pemilu Dinilai Mendesak untuk Dilakukan, Ini Alasannya

Titi menjelaskan mendirikan partai berbadan hukum dan menjadi partai peserta pemilu di Indonesia memang rumit, mahal, dan butuh biaya besar. 

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Revisi UU Partai Politik dan UU Pemilu Dinilai Mendesak untuk Dilakukan, Ini Alasannya
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
Pengajar bidang studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini. Titi Anggraini mengungkapkan revisi UU Partai Politik dan UU Pemilu dinilai mendesak dilakukan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat sekaligus pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengungkapkan revisi UU Partai Politik dan UU Pemilu dinilai mendesak dilakukan.

Hal itu kata Titi agar partai politik tidak tersandera oleh kepentingan pemodal dan terjebak praktik transaksional saat pemilu.

Baca juga: Pendapatan dan Pembiayaan Partai Politik Jadi Sorotan, Pengamat Nilai Perlunya Dilakukan Audit

Mulanya Titi menjelaskan mendirikan partai berbadan hukum dan menjadi partai peserta pemilu di Indonesia memang rumit, mahal, dan butuh biaya besar. 

“Pengaturan dalam UU Partai Politik maupun UU Pemilu memang hendak membatasi pendirian dan kepesertaan partai politik melalui banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi. Partai membutuhkan dana yang sangat besar untuk bisa mendapatkan badan hukum ataupun menjadi peserta pemilu,” kata Titi, Minggu (30/6/2024).

Baca juga: Politikus Golkar Usul Calon Anggota BPK tidak Berasal dari Partai Politik

Menurutnya Itulah yang menjadikan partai memiliki ketergantungan pada para penyumbang untuk bisa membiayai partai.

Sebabnya, dana negara yang dialokasikan untuk partai jumlahnya masih tidak memadai untuk bisa menopang kebutuhan partai secara signifikan.

BERITA REKOMENDASI

“Apalagi praktik pemilu dan pilkada juga diwarnai praktik transaksional yang sangat akut. Politik uang tidak mampu terawasi dengan baik dan penegakan hukum juga masih jauh dari efektif untuk bisa memberi efek jera,” lanjutanya.

Selain itu dijelaskannya kebutuhan akan pendanaan berdampak pada perilaku pragmatis elite partai untuk melakukan praktik jual beli tiket pencalonan atau candidacy buying.

Akhirnya, kata Titi, kader terbaik partai sulit berkembang dan pejabat publik yang dihasilkan melalui pemilu yang transaksional sangat rentan terlibat praktik koruptif saat menjabat.

Oleh karena itu, ditegaskannya mendesak untuk dilakukan reformasi pengaturan partai politik dan pemilu melalui revisi UU Partai Politik dan UU Pemilu

“Khususnya terkait pendanaan partai politik agar ada alokasi dana negara yang lebih besar untuk pendanaan partai politik agar parpol tidak tersandera oleh kepentingan pemodal dan terjebak praktik transaksional saat pemilu,” jelasnya.

Baca juga: Bamsoet Dilaporkan ke MKD DPR Buntut Klaim Semua Partai Politik Sepakat Amandemen UUD 1945


Titi menerangkan sumber pendanaan partai perlu diperkuat melalui dana negara yang dialokasikan lebih signifikan untuk partai politik.

"Namun, UU Pemilu juga perlu dievaluasi agar politik biaya tinggi bisa dieliminir serta penegakan hukum bisa dilakukan secara lebih efektif dalam mengawasi dan menindak praktik politik uang saat pemilu," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas