5 Hal Seputar Pegi Diputus Bebas, Masalah Belum Tuntas, Gimana Nasib 8 Terpidana Kasus Vina Cirebon?
Pakar psikologi forensik sekaligus kriminolog, Reza Indragiri Amriel, mengungkapkan ada lima hal yang harus didalami dalam kasus pembunuhan Vina
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar psikologi forensik sekaligus kriminolog, Reza Indragiri Amriel, mengungkapkan ada lima hal yang harus didalami dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon.
Komentar ini menyusul dikabulkannya gugatan praperadilan Pegi Setiawan oleh Hakim Tunggal PN Bandung Eman Sulaeman.
Dalam sidang yang digelar Senin (8/7/2024), hakim Eman menilai tidak ditemukan bukti satu pun bahwa Pegi pernah diperiksa sebagai calon tersangka oleh Polda Jabar sebagai termohon.
Reza Indragiri menilai bahwa masalah dalam penyidikan kasus pembunuhan Vina dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eky, belum tuntas dengan bebasnya Pegi Setiawan.
Menurut Reza, ada lima hal yang perlu didalami dalam kasus ini.
1. Aep perlu diproses hukum
"Keterangannya, sebagaimana perspektif saya selama ini, adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta," kata Reza dalam keterangan yang diterima, Senin (8/7/2024).
Reza mempertayakan, keterangan palsu atau false confessio) Aep itu datang dari mana?
"Dari dirinya sendiri ataukah dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah pihak itu?" katanya.
2. Kondisi Sudirman
Reza menyoroti satu terpidana, yang terindikasi memiliki perbedaan dari sisi intelektualitas, boleh jadi tergolong sebagai individu dengan suggestibility tinggi.
Dengan kondisi tersebut, Sudirman sesungguhnya sosok rapuh.
"Ingatannya, perkataannya, cara berpikirnya bisa berdampak kontraproduktif bahkan destruktif bagi proses penegakan hukum. Perlu pendampingan yang bisa menetralisasi segala bentuk pengaruh eksternal yang dapat 'menyalahgunakan' saksi dengan keunikan seperti Sudirman," katanya.
3. Patahnya narasi Polda Jabar
Reza menjelaskan bahwa Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana.
"Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?" kata Reza.
4. Bukti elektronik
Selama ini pembahasan tentang kerja scientific Polda Jabar sebatas terkait DNA, CCTV, dan otopsi mayat.
"Sambil terus mendorong eksaminasi terhadap scientific investigation Polda Jabar pada 2016, saya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat. Yakni, bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016," ujarnya.
Reza juga menyoroti komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang ia kenal.
Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti.
Sekali lagi, siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa.
"Firasat saya, Polda Jabar memiliki data yang diekstrak dari gawai para pihak tersebut. Dan, juga firasat saya, data itu sangat potensial mengubah 180 derajat nasib seluruh terpidana kasus Cirebon," katanya.
5. Korban salah tangkap mendapat ganti rugi
Demikian praktik di banyak negara. Ketimbang melalui mekanisme hukum yang bersifat memaksa bahkan mempermalukan.
"Institusi kepolisian biasanya memilih penyelesaian secara kekeluargaan guna memberikan kompensasi itu," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, hakim Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Pegi Setiawan dengan termohon Polda Jawa Barat (Jabar).
Menurut hakim, tidak ada bukti surat panggilan dari termohon terhadap pemohon sehingga pemohon tidak mengetahui bahwa dirinya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Hakim menyebut, termohon hanya mendatangi ibu pemohon untuk menanyakan keberadaan pemohon.
Baca juga: Pegi Setiawan Belum Dibebaskan Usai Menang Gugatan Praperadilan, Polda Jabar: Mohon Bersabar
Padahal, pemanggilan terhadap tersangka diperlukan sebelum penetapan DPO sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Pasal 17 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
"Penetapan DPO atas nama pemohon yang terjadi antara rentang tahun 2016 sampai 2024 tidak sah secara hukum," kata hakim Eman dalam sidang, Senin.
Terkait penetapan tersangka terhadap pemohon Pegi Setiawan, hakim menilai bahwa tidak sah menurut hukum.
Menurut hakim, penetapan tersangka tidak hanya berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan dua alat bukti yang cukup, tetapi harus ada pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tertanggal 16 Maret 2015, telah memberikan syarat tambahan bahwa selain dua alat bukti, harus dilakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka terlebih dahulu, kecuali perkara in absentia.
“Menimbang bahwa oleh karena sebagaimana fakta di persidangan, tidak ditemukan satu pun bukti yang menunjukkan bahwa pemohon dalam penyelidikan yang dilakukan oleh termohon pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon, maka menurut hakim penetapan tersangka oleh termohon harusnya dinyatakan tidak sah dan dinyatakan batal demi hukum,” ujar hakim.
Penetapan Pegi sebagai Tersangka dan Kasus Pembunuhan Vina
Pada 2016, polisi menetapkan 11 tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat.
Delapan pelaku telah diadili, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal.
Dari proses persidangan, tujuh terdakwa divonis penjara seumur hidup, sementara satu pelaku dipenjara delapan tahun karena masih di bawah umur saat melakukan kejahatan tersebut.
Namun, diketahui ada tiga pelaku yang belum tertangkap dan masuk daftar pencarian orang (DPO) dengan perkiraan usianya saat ini, yakni Pegi alias Perong (30), Andi (31), dan Dani (28).
Delapan tahun berlalu, polisi membuka lagi perkara ini usai menangkap salah satu buron, yakni Pegi Setiawan alias Egi alias Perong pada 21 Mei 2024.
Menariknya, Pegi alias Perong dinyatakan sebagai tersangka terakhir dalam kasus ini, meskipun sebelumnya ada tiga orang buron.
Polisi lantas merevisi jumlah tersangka menjadi sembilan orang dan menyebut bahwa dua tersangka lainnya adalah fiktif belaka.
Namun, banyak kesaksian yang menyebut bahwa Pegi yang saat ini ditangkap tidak terlibat dalam pembunuhan Vina karena berada di Bandung saat peristiwa terjadi. (*)