4 Fakta soal Wacana BBM Subsidi Dibatasi Mulai 17 Agustus, Pemerintah Belum Satu Suara
Berikut sejumlah fakta pembatasan BBM per 17 Agustus 2024, diklaim perbarui kualitas udara, Airlangga sebut kebijakan ini belum pasti.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Nuryanti
Tentunya hal ini akan berdampak pada kesehatan manusia.
Dengan demikian, bisa menekan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), alih alih hanya untuk menghemat anggaran negara untuk penyakit pernapasan hingga Rp 38 triliun.
3. Belum Goal
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan rencana pembatasan ini masih perlu dirapatkan kembali.
Pihaknya pun menjelaskan bahwa wacana ini belum pasti akan diberlakukan pada 17 Agustus 2024 mendatang.
“Kita akan rapatkan lagi, belum (pasti diterapkan pada 17 Agustus 2024)."
"Belum goal, kita kan mesti rapat, dirapat koordinasi kan dulu,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (10/7/2024).
Airlangga menjelaskan, perlu adanya perhitungan lebih detail terkait dengan kebijakan ini.
"Tentu ada perhitungan daripada konsekuensi fiskal juga ada," jelas Airlangga.
Baca juga: BBM Tak Sesuai Standar Euro 4, Investor Ogah Kembangkan Kendaraan Ramah Lingkungan di Indonesia
4. Aturan sedang Diproses
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pemerintah saat ini tengah memproses revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
Harapannya, tidak hanya BBM yang diatur distribusinya, namun juga gas elpiji.
Hal ini dikatakan Erick saat ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (10/7/2024), dikutip dari Kompas.com.
"Kita sangat mendukung Perpres 191 untuk segera didorong."
"Tidak hanya buat BBM, tapi kita berharap juga buat gas, karena LPG impornya tinggi sekali sekarang dan ini yang kita harus benahi, jangan sampai subsidi salah sasaran," jelas Erick.
Terkait kesiapan Pertamina, kata Erick, Pertamina tentu akan mengikuti kebijakan yang ditetapkan pemerintah.
"Jadi saya tunggu saja (Perpres 191 rampung), karena itu kan harus ada kebijakan," jelas Erick.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Taufik Ismail/Dennis Destryawan)(Kompas.com/Yohana Artha Uly)