3 Sindiran Djarot PDIP, soal Pencalonan Bobby hingga Jokowi yang Batal Ngantor di IKN
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat, akhir-akhir ini aktif melemparkan sindiran kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat, akhir-akhir ini aktif melemparkan sindiran kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Djarot menyinggung soal aktifnya keluarga Presiden Jokowi di panggung politik hingga perpindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) yang belum siap.
Berikut sejumlah pernyataan yang disampaikan Djarot, sebagaimana dirangkum oleh Tribunnews.com.
Jokowi Cetak Sejarah, Keluarga Aktif Berpolitik
Djarot Saiful Hidayat menyebut Jokowi mencetak sejarah, yaitu menjadi presiden yang aktif memajukan keluarganya ke panggung politik.
Awalnya, Djarot merespons banyaknya dukungan terhadap menantu Jokowi, Bobby Nasution, untuk maju Pilkada Sumatra Utara (Sumut) 2024.
Suami Kahiyang Ayu itu bahkan bisa melawan kotak kosong karena sudah memperoleh dukungan dari tujuh partai politik.
Djarot lantas menegaskan PDIP tak akan membiarkan Bobby melawan kotak kosong di Pilkada Sumut.
Ia menyatakan bahwa dukungan besar kepada Bobby tidak terlepas dari peran Presiden Jokowi.
"Kita melihat sejarah yang perlu dicatat sejarah perpolitikan yang perlu kita catat bersama, sejak masa Pak Jokowi inilah anak-anak dan menantu sama keluarga terdekatnya itu terlibat aktif di dalam politik," kata Djarot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Baca juga: Golkar Tak Setuju PDIP Ibaratkan Pilkada Sumut Seperti Pertarungan Gajah Melawan Semut
Sejak Indonesia merdeka, jelasnya, tak ada satu pun presiden yang menyiapkan anaknya di politik seperti Jokowi.
Bukan hanya itu, bekas Wali Kota Solo itu juga memajukan menantu hingga saudaranya untuk menduduki posisi penting.
"Sejak Presiden Soekarno, Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, baru kali ini."
"Mulai dari anaknya, menantunya, mungkin cucunya, mungkin saudaranya akan disiapkan," ungkapnya.
Parahnya, tutur Djarot, Jokowi memajukan keluarganya ke politik dengan cara melawan prosedur demokrasi.
Ia menyatakan, eks Gubernur Jakarta itu juga tidak segan menabrak etika dan moral.
"Di dalam demokrasi prosedural, oke. Tapi di dalam demokrasi dalam politik itu ada etika dan moral, sepanjang itu memenuhi aturan silakan."
"Tapi begitu aturan itu direkayasa, ini kalau menurut saya cacat etika, cacat moral."
"Ini pendidikan politik yang kurang baik, zaman Pak Harto selama sekian puluh tahun itu tidak pernah itu anak-anaknya terlibat politik praktis, cuma dia di bisnis. Sekarang ini politik iya, bisnis iya," terangnya.
Sebagai informasi, sejumlah orang terdekat Jokowi sudah dan akan menduduki jabatan penting di Indonesia.
Mereka memegang jabatan itu saat Jokowi menjadi presiden.
Di antaranya kedua putranya, yaitu Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang kini telah menjadi wakil presiden terpilih (2024-2029).
Kemudian, Kaesang Pangarep selaku Ketua Umum PSI yang santer diisukan akan berlaga Pilkada Jakarta atau Jawa Barat.
Sementara itu, menantu Jokowi, Bobby Nasution, akan bertarung di Pilkada Sumut 2024.
Kalau IKN Belum Siap, Jangan Dipaksakan
Jokowi belum meneken Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemindahan ibu kota negara.
Keppres itu bahkan bisa jadi akan diteken oleh pemerintahan Prabowo Subianto mendatang.
Djarot pun mempertanyakan mengapa Keppres pemindahan ibu kota itu belum diteken sampai sekarang.
Padahal, sebelumnya pemerintah menyatakan sangat siap terhadap pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Tanggapan saya pribadi, ya, kok baru sekarang sebelumnya kan sudah memaksakan menyampaikan sangat siap, ya, baru sekarang," kata Djarot saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (9/7/2024).
Ia menyebut, sejatinya memindahkan ibu kota memang tidak mudah.
Oleh sebab itu, proyek tersebut seharusnya jangan dipaksakan, termasuk target melaksanakan upacara HUT ke-79 RI di IKN.
"Tapi menurut saya pribadi melihat memang tidak mudah untuk memindahkan ibu kota dan jangan terlampau dipaksakan."
"Sangat tidak mudah, termasuk progresnya, termasuk juga untuk upacara 17 Agustus, ya," terangnya.
Ia melihat, kondisi yang terjadi saat ini merupakan gambaran terhadap sesuatu yang dipaksakan.
Beberapa permasalahan di IKN juga masih mencuat, di antaranya air, listrik, dan beberapa infrastruktur belum selesai dikerjakan.
"Kalau terlalu dipaksakan, ya, begitu hasilnya. Listrik belum masuk, air juga belum masuk, insfratruktur juga masih belum siap gitu, ya."
"Artinya apa, inilah salah satu konsekuensi dari kebijakan yang tergesa-gesa, tergesa-gesa. Terutama di dalam implementasinya, di dalam eksekusinya," sambung Djarot.
Ia lalu mengingatkan supaya pemerintah jangan terlalu percaya diri apabila persiapan pemindahan ibu kota memang belum rampung.
"Jadi, ya, saran saya, sih, bener jangan dipaksakan. Makanya di awal jangan terlalu PD (percaya diri) gitu loh, kan sebelumnya kan menyampaikan sudah sangat siap gitu, ya, ternyata belum juga," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi akan mulai berkantor di IKN mulai bulan Juli ini.
Namun, hal itu belum terealisasi lantaran masih terkendala sarana dan prasarana yang belum siap.
Singgung Faktor Jokowi dalam Pencalonan Bobby
Djarot Saiful Hidayat mempertanyakan soal ada atau tidaknya pengaruh Presiden Jokowi terhadap banyaknya parpol memberikan dukungan kepada Bobby.
"Pilkada Sumut ya untuk Mas Bobby sudah dapat (dukungan sebanyak itu), itu karena Mas Bobby-nya atau karena mertuanya?"
"Itu pertanyaannya. Jadi, pertanyaannya itu," kata Djarot saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa.
Ia berpendapat, banyaknya dukungan terhadap Bobby juga belum tentu mempengaruhi kemenangan.
Pasalnya, konsep dari pilkada adalah yang menentukan pemenangan ialah rakyat itu sendiri.
"Jadi belum tentu juga, pendukung partai yang banyak gitu, raksasa, gemuk gitu ya superkoalisi kek atau super apa ya gemuk banget gitu ya itu belum tentu juga (menang) karena yang menentukan kan rakyat juga," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Djarot enggan berbicara banyak mengenai arah dukungan parpol kepada suami Kahiyang Ayu itu.
Ia justru mempertanyakan, apakah Bobby diusung karena kapasitasnya atau bukan.
"Ya, jadi itu aja pertanyaan saya. Itu betul-betul karena faktor kapasitas dari Mas Bobby atau karena faktor pengaruh dari mertuanya?" ujar Djarot.
(Tribunnews.com/Deni/Rizki/Igman)