Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

TB Hasanuddin Menilai Kehadiran DPA Justru Membuat Pemerintahan tidak Efektif & Efisien, Mengapa?

Hasanuddin menilai DPA yang akan dibuat setara dengan Presiden justru membuat persoalan baru.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
zoom-in TB Hasanuddin Menilai Kehadiran DPA Justru Membuat Pemerintahan tidak Efektif & Efisien, Mengapa?
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin (kiri) melakukan sesi wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra (kanan) di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2024). TB Hasanuddin banyak membahas rencana pembentukan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 

Ya itu amanahnya begitu, dan DPA yang dulu sejajar dengan Presiden.

Sebelum UUD 1945 diamendemen ya?

Itu sekarang istilah DPA sudah tidak ada. Karena amanahnya dihilangkan, jadi kalau ada dihidupkan, ya tidak bisa. Saya bukan alih hukum, tetapi teori dasarnya begini, Undang-Undang Dasar tidak bisa dikoreksi dengan Undang-Undang.

Undang-Undang tidak bisa dikoreksi oleh Perpres dan Keppres. Ya itu hirarkinya seperti itu.

Jadi sebenarnya kalau menurut Pak TB, kalau memang mau, yang bisa melakukannya adalah MPR, betul kan? Lewat amandemen Undang-Undang 1945 dan prosedurnya rumitnya bukan main?

Dan bukan hanya itu, ada yang lain-lain yang memang kita, kebetulan saya menjadi Sekretaris Fraksi PD Perjuangan di MPR, kita sedang melakukan kajian-kajian beserta dengan puluhan-puluhan fakultas dan universitas untuk membicarakan soal amandemen selanjutnya.

Jadi jangan tergesa-gesa, ujug-ujug bangun pagi, mengubah Wantimpres menjadi DPA. Tidak usah kajian-kajian, diskusikan dengan publik dan sebagainya. Karena ini masalah prinsip, soal kesetaraan, soal lembaga tinggi.

Berita Rekomendasi

Pak TB, sebagai seorang politisi senior, ini kok ujug-ujug ada beginian nih? Ngapain sih, Pak, kira-kira? Apa backgroundnya ini?

Pertanyaannya menarik, tapi salah. Harusnya tanyaan pemerintah, Pak. Hahaha. Saya pikir mungkin ada tujuan-tujuan tertentu. Dan saya kira kita harus melihat tujuan itu untuk apa.

Kalau itu bagus, ya oke, kita ikuti. Tetapi prosedur harus dilalui. Tujuan yang baik, ya oke lah. Kalau itu tujuan yang baik, mari kita kesepakatan bersama laksanakan. Tetapi prosedurnya yang benar. Kalau mau mengubah itu, ya harus lewat amendemen dan undang-undang dasar.

Jangan kemudian dibentuk saja dengan lewat undang-undang. Katakanlah misalnya ada usulan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat itu kembali lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Nah, oke, sudah banyak usulan-usulan.

Ya bagus juga, tetapi harus melalui prosedur yang benar. Amandemen itu tadi.. Tidak bisa, ya oke, bikin saja undang-undang. Tidak bisa. Ada aturan yang harus kita penuhi lah.

Pak TB orang kemudian menghubungkan revisi ini dengan ide The Presidential Club. Yaitu sebuah klub atau lembaga yang anggotanya terdiri dari mantan presiden, yang akan memberikan pendampingan kepada Presiden Republik Prabowo. Dan konon nanti kalau ini DPA ini lolos, anggotanya adalah para mantan presiden. Pak TP melihat ada korelasi nggak dengan ide itu?

Begini, kita kan sudah memilih sistem kita presidensial. Ya presiden memiliki banyak staf, ada kementerian, ya sebagai pembantu-pembantu presiden, menurut hemat saya cukup.

Halaman
1234
Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

Wiki Terkait

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas