Klarifikasi KPK usai Dituding Politisasi Kasus Wali Kota Semarang Mbak Ita
Dugaan korupsi Mbak Ita diusut jelang Pilkada, KPK bantah adanya politisasi: Kebetulan saja.
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah adanya politisasi di balik pengusutan kasus dugaan korupsi yang menjerat Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto menegaskan pihaknya tidak ada urusan dengan persoalan politik.
Tessa memastikan proses penyidikan yang kini ditempuh KPK hanya kebetulan berdekatan dengan bergulirnya Pilkada 2024.
Adapun Mbak Ita sebelumnya tengah mempersiapkan diri sebagai calon Wali Kota Semarang.
“Bila kegiatan (penyidikan) dimaksud berkaitan atau bersamaan dengan yang diinfokan berupa pemilihan kepala daerah, itu hanya kebetulan saja dan tidak melihat dari sisi politik,” ucap Tessa, Jumat (19/7/2024).
Tessa menjelaskan, semua proses penyidikan mengacu pada bukti permulaan yang cukup dari para penyelidik.
Setelah bukti cukup, barulah pihaknya menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik). Dengan penjelasan tersebut, Tessa memastikan KPK tidak ada kaitannya dengan kepentingan politik.
“Apabila ada pihak-pihak yang merasa bahwa ini ada kaitannya dengan kepentingan politik, kami dari KPK menyatakan bahwa sama sekali tidak ada,” jelasnya.
Sebelumnya, KPK telah mencegah empat orang bepergian ke luar negeri dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Mereka adalah Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau akrab disapa Ita; suami Ita yang juga Ketua Komisi D DPRD Jateng, Alwin Basri; Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, Martono; dan Rahmat U. Djangkar, swasta.
Dalam kasus ini, KPK setidaknya mengusut tida perkara.
Baca juga: Ketua Gapensi Semarang Martono Diburu KPK, Pegawai Ungkap Terakhir Terlihat di Kantor Seminggu Lalu
Pertama, kasus dugaan suap terkait pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemkot Semarang tahun 2023–2024.
Kedua, ihwal dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah Kota Semarang.
Ketiga, berkaitan dengan dugaan penerimaan gratifikasi tahun 2023–2024.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.