Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Romo Benny Bicara Sosok Megawati, Tak Hanya Mewarisi Darah Pejuang Tapi juga Pengawal Konstitusi

Megawati bukan hanya mewarisi darah pejuang, tetapi juga jiwa yang konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Romo Benny Bicara Sosok Megawati, Tak Hanya Mewarisi Darah Pejuang Tapi juga Pengawal Konstitusi
Dok. PDIP
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri dirangkul kedua anaknya, yakni Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Antonius Benny Susetyo mengatakan, Megawati Soekarnoputri tidak bisa dipisahkan dari berbagai tonggak penting demokrasi dan reformasi Indonesia. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengatakan, Megawati Soekarnoputri tidak bisa dipisahkan dari berbagai tonggak penting demokrasi dan reformasi Indonesia.

Menurut Benny, sebagai putri dari Proklamator Bung Karno, Megawati bukan hanya mewarisi darah pejuang, tetapi juga jiwa yang konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.

Baca juga: Pelantikan Presiden Diminta Dipercepat, PDIP: Tak Ada Urgensinya! Sabar, IKN Belum Bisa Ditempati

Dia menyebut, sosok Megawati menjadi simbol reformasi, terutama setelah peristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli).

Peristiwa itu, kata dia, menjadi titik balik dalam perjuangan demokrasi di Indonesia. Tanpa Megawati, revolusi mental dan reformasi mungkin tidak akan terwujud.

Benny menuturkan, dalam masa kecilnya, Megawati tumbuh dalam lingkungan yang sangat politis, di mana ayahnya, Soekarno adalah tokoh sentral dalam kemerdekaan dan presiden pertama Indonesia.

Pendidikan politik Megawati dimulai sejak dini, karena ia menyaksikan langsung bagaimana ayahnya memimpin negara dalam masa-masa penuh tantangan.

BERITA TERKAIT

Dia mengungkapkan, perjalanan politik Megawati dimulai pada era 1980-an ketika ia terjun ke dalam dunia politik dengan bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Di tengah tekanan rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto, Megawati mulai menunjukkan keberaniannya.

Pada tahun 1993, ia terpilih sebagai Ketua Umum PDI, menggantikan Soerjadi.

Pemilihannya sebagai Ketua Umum PDI tidak hanya menandai kebangkitan PDI, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemimpin oposisi.

Baca juga: Wali Kota Semarang Mbak Ita Jadi Tersangka Korupsi, PDIP: KPK Jangan Terkesan Kejar Setoran

Puncak perjuangan Megawati terjadi pada peristiwa 27 Juli 1996, yang dikenal sebagai Kudatuli.

Ketika itu, kantor pusat PDI di Jakarta diserbu oleh kelompok pro pemerintah yang ingin menggulingkan kepemimpinan Megawati.

Serangan ini, kata Benny, menyebabkan kerusuhan besar dan beberapa orang kehilangan nyawa.

Namun, peristiwa ini juga menguatkan posisi Megawati sebagai simbol perlawanan terhadap rezim otoriter Soeharto.

Peristiwa Kudatuli pun disebut menjadi titik balik penting dalam sejarah reformasi Indonesia.

"Megawati menunjukkan keteguhan dan keberaniannya, tidak menyerah pada tekanan dan intimidasi. Keberaniannya menginspirasi banyak orang, terutama kalangan mahasiswa dan aktivis, untuk terus memperjuangkan demokrasi dan reformasi," kata Benny dalam keterangannya, Kamis (18/7/2024).

Setelah rezim Soeharto jatuh dan memasuki masa reformasi, Megawati terlibat aktif dalam perpolitikan di tanah air.

Pada tahun 2001, Megawati dilantik menjadi Presiden ke-5 Indonesia setelah Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR RI.

Sebagai Presiden, Megawati menghadapi berbagai tantangan besar, termasuk krisis ekonomi dan politik.

Namun, kata Benny, Megawati berhasil memperkenalkan beberapa reformasi penting.

Salah satu pencapaiannya yang paling signifikan adalah pemisahan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Menurutnya, langkah ini penting untuk memperkuat kontrol sipil atas militer dan mencegah campur tangan militer dalam urusan politik.

Megawati juga memperkenalkan Pemilu presiden langsung, yang memberikan rakyat hak untuk memilih presiden mereka secara langsung.

"Ini merupakan langkah penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Selain itu, ia juga membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menjadi lembaga penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Benny.

Benny menuturkan, Megawati sering kali berbicara tentang pentingnya revolusi mental, konsep yang diwarisi ayahnya, Bung Karno.

Revolusi mental adalah tentang mengubah pola pikir dan mentalitas masyarakat agar menjadi lebih mandiri, percaya diri, dan tidak mudah terjajah oleh kekuatan asing atau internal yang korup.

"Megawati percaya bahwa revolusi mental adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang berdaulat dan negara yang kuat," ucap Benny.

Dalam berbagai pidatonya, Benny menyebut bahwa Megawati selalu menekankan pentingnya integritas, kejujuran, dan moralitas dalam politik.

Megawati mengingatkan bahwa pemimpin harus memiliki nilai-nilai keutamaan (arate) dan tanggung jawab moral.

"Menurutnya, politik bukan hanya tentang kekuasaan, tetapi juga tentang melayani rakyat dan memperjuangkan kesejahteraan umum. Megawati dikenal sebagai sosok yang konsisten dan setia terhadap konstitusi, meskipun harus melalui jalan penderitaan," ungkapnya.

Benny menilai, Megawati bukan hanya seorang politisi, tetapi juga seorang filsuf yang berbicara tentang kebenaran tanpa menutup-nutupi.

"Ketika kekuasaan menyimpang dari konstitusi, Megawati dengan tegas menyuarakan kebenaran, meskipun sering kali tidak mengenakkan bagi mereka yang berkuasa," ucapnya.

Dia menjelaskan, salah satu tantangan besar dalam menjaga demokrasi adalah fenomena populisme.

Populisme, jelas Benny, sering kali menggunakan jargon anti-kemapanan dan pro-rakyat untuk menarik dukungan.

Namun, program-program yang diusung populis sering kali tidak realistis dan hanya mempermainkan harapan rakyat.

"Megawati menyadari bahaya populisme ini dan selalu menekankan pentingnya pemimpin yang memiliki keutamaan (arate) dan tanggung jawab moral," tegasnya.

Benny mengingatkan pentingnya peran strategis organisasi dalam mendidik pemilih agar tetap menjaga akal sehat mereka.

Pemilih, kata dia, harus diajarkan untuk memilih sesuai dengan moral, nilai, dan kewarasan politik, bukan sekadar terpengaruh oleh janji-janji manis yang tidak realistis.

"Pendidikan politik yang baik akan membantu masyarakat memahami pentingnya memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak yang baik, tanggung jawab moral, dan komitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat," tutur Benny.

Benny menjelaskan, salah satu ciri khas dari kepemimpinan Megawati adalah sikapnya yang tidak kompromi terhadap kekuasaan yang cenderung menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusionalisme.

Menurutnya, Megawati tidak segan-segan untuk menentang dan menyuarakan kebenaran ketika kekuasaan berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Dia menegaskan, pidato-pidato Megawati mengingatkan pentingnya demokrasi yang sehat membutuhkan konstitusi yang kuat dan independen.

Benny mencotohkan, ketika Megawati meminta agar lembaga-lembaga seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan KPK harus dijaga agar tetap independen, tidak diintervensi kekuasaan.

"Demokrasi yang sehat membutuhkan nalar, rasionalitas, dan komitmen terhadap nilai-nilai dasar yang luhur. Megawati sebagai pengawal konstitusi telah menunjukkan kesetiaan dan konsistensi dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi," ungkapnya.

Bagi Benny, Megawati bukan hanya mengajarkan tentang pentingnya konstitusi, tetapi juga tentang arti dari keberanian, keteguhan, dan tanggung jawab moral dalam kepemimpinan.

"Pemikirannya yang mendalam dan tindakannya yang konsisten menegakkan konstitusi telah mengilhami banyak orang untuk terus berjuang demi mewujudkan demokrasi yang sehat dan berkeadilan di Indonesia," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas