Romo Benny Bicara Sosok Megawati, Tak Hanya Mewarisi Darah Pejuang Tapi juga Pengawal Konstitusi
Megawati bukan hanya mewarisi darah pejuang, tetapi juga jiwa yang konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengatakan, Megawati Soekarnoputri tidak bisa dipisahkan dari berbagai tonggak penting demokrasi dan reformasi Indonesia.
Menurut Benny, sebagai putri dari Proklamator Bung Karno, Megawati bukan hanya mewarisi darah pejuang, tetapi juga jiwa yang konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.
Baca juga: Pelantikan Presiden Diminta Dipercepat, PDIP: Tak Ada Urgensinya! Sabar, IKN Belum Bisa Ditempati
Dia menyebut, sosok Megawati menjadi simbol reformasi, terutama setelah peristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli).
Peristiwa itu, kata dia, menjadi titik balik dalam perjuangan demokrasi di Indonesia. Tanpa Megawati, revolusi mental dan reformasi mungkin tidak akan terwujud.
Benny menuturkan, dalam masa kecilnya, Megawati tumbuh dalam lingkungan yang sangat politis, di mana ayahnya, Soekarno adalah tokoh sentral dalam kemerdekaan dan presiden pertama Indonesia.
Pendidikan politik Megawati dimulai sejak dini, karena ia menyaksikan langsung bagaimana ayahnya memimpin negara dalam masa-masa penuh tantangan.
Dia mengungkapkan, perjalanan politik Megawati dimulai pada era 1980-an ketika ia terjun ke dalam dunia politik dengan bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di tengah tekanan rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto, Megawati mulai menunjukkan keberaniannya.
Pada tahun 1993, ia terpilih sebagai Ketua Umum PDI, menggantikan Soerjadi.
Pemilihannya sebagai Ketua Umum PDI tidak hanya menandai kebangkitan PDI, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemimpin oposisi.
Baca juga: Wali Kota Semarang Mbak Ita Jadi Tersangka Korupsi, PDIP: KPK Jangan Terkesan Kejar Setoran
Puncak perjuangan Megawati terjadi pada peristiwa 27 Juli 1996, yang dikenal sebagai Kudatuli.
Ketika itu, kantor pusat PDI di Jakarta diserbu oleh kelompok pro pemerintah yang ingin menggulingkan kepemimpinan Megawati.
Serangan ini, kata Benny, menyebabkan kerusuhan besar dan beberapa orang kehilangan nyawa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.