Diisi Banyak Politisi, Ray Rangkuti Nilai Pemilihan Anggota BPK Rawan Konflik Kepentingan
Menurutnya, potensi politisi Senayan terpilih menjadi anggota BPK lebih besar mengingat yang memilih anggota BPK di Komisi XI DPR.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi XI DPR RI menetapkan 75 calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di DPR RI.
DPR meminta masyarakat memberikan masukan terkait nama-nama tersebut yang telah diumumkan ke publik.
Masukan itu disampaikan ke DPR terhitung sejak 10 hingga 19 Juli 2024.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan sejumlah politikus, anggota DPR mencalonkan serta mengikuti proses seleksi anggota BPK.
Lima mengamati politikus yang mengikuti seleksi anggota BPK tidak hanya dari satu partai saja, bahkan diketahui anggota DPR yang saat ini masih aktif pun mengikuti seleksi tersebut.
"Kepentingan membuat keputusan yang tidak akan merugikan partai. Bukan hanya satu partai, tapi banyak parpol, karena mereka jadi punya keinginan untuk memastikan hasil-hasil audit keuangan tidak menghujam kader-kader. Ini fenomena yang menurut saya menggelisahkan," tuturnya pada Sabtu (20/7/2024).
Menurutnya, potensi politisi Senayan terpilih menjadi anggota BPK lebih besar mengingat yang memilih anggota BPK di Komisi XI DPR.
"Mereka juga sudah tahu, kalau ada anggota partai dan non-partai, besar kemungkinan anggota partai yang akan terpilih. Jadi peluang mereka untuk terpilih (anggota BPK) itu jadi besar, setidaknya soal pemilihan, apakah antara anggota partai atau non-partai," ungkap Ray.
Baca juga: Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Jaksa: BPK Kecipratan Rp 10,25 Miliar
Dia menjelaskan fenomena ini bisa terjadi karena berdasarkan undang-undang UU) tidak ada larangan bagi anggota DPR dan politikus mencalonkan dan mengikuti seleksi calon anggota BPK.
Untuk itu, dia meminta, pimpinan partai politik dan anggota DPR seharusnya mengedepankan moral karena tugasnya seharusnya mengawal suara rakyat selama 5 tahun.
"Semuanya berdasarkan hukum formal, enggak berdasarkan moral. Kalau berdasarkan aturan hukum boleh-boleh saja. Jadi ya repot kita itu, padahal secara moral, bagaimana mereka sudah meminta suara rakyat, setelah terpilih, lalu mereka tinggalkan begitu saja, lalu mereka belum bekerja untuk rakyat, sudah mundur sebagai anggota DPR karena terpilih sebagai anggota BPK," kata Ray.
Baca juga: Diisi Banyak Politikus, Seleksi Calon Anggota BPK Dinilai Rawan Terjadi Lobi Politik
Ray menambahkan, keberadaan politikus itu sudah pasti akan menimbulkan konflik kepentingan apabila kelak terpilih menjadi anggota BPK.
"Tentu harus berhenti sebagai anggota DPR jika terpilih menjadi anggota BPK, dan potensinya akan menjadi konflik kepentingan. Bahkan bisa juga supaya mengamankan kader-kader mereka yang menjadi kepala daerah di daerah, itu tujuan salah satunya," tandasnya.