DPO 10 Tahun, Sabarno Cerita saat Densus Tangkap Sabarno KW, Kini Ingin Hidup Normal Pasca JI Bubar
Sabarno pernah dikirim kursus singkat ke wilayah Moro atau MILF di Mindanao. Lalu terjun ke konflik Ambon, dan paling jauh ke Suriah.
Editor: Dewi Agustina
Ayahnya memberi ilham, memantik ghiroh, dan membentuk militansinya sebagai jamaah.
Saat kecil, ia senang membaca kisah-kisah heroiknya mujahidin Afghanistan, dari buku-buku yang dimiliki ayahnya.
Teman-teman ayahnya juga satu lingkungan, dan menjadi bagian dari jamaah yang gairahnya besar terkait amalan jihad.
Beranjak besar, Sabarno dikirim ke pesantren, dan ia masuk ke Pondok Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Jateng.
Dia masuk angkatan kedua di pesantren yang didirikan guru dan alumni Ponpes Al Mukmin Ngruki, Cemani, Sukoharjo.
Dalam perjalanan ke Ponpes Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Sabarno cukup banyak bercerita tentang sepenggal kisah pelariannya.
Ditanya apakah kenal Gempur Budi Angkoro alias Urwah, Sabarno menjawab lirih.
"Ya kenal wong keluarga, tetanggaan juga," jawab Sabarno.
Baca juga: Kronologi Jamaah Islamiyah Serang Kantor Polisi di Malaysia, 2 Polisi Tewas, Singapura Siaga
Gempur Budi Angkoro alias Urwah ini tewas saat menemani Noordin Mohd Top bersembunyi di sebuah rumah di Mojosongo, Kota Solo.
Rumah itu diserbu Densus 88 Antiteror pada 16 September 2009 sekira pukul 22.30 WIB.
Pertempuran berlangsung hingga pagi karena Noordin Mohd Top melawan.
Ia menolak menyerah, dan akhirnya mati bersama tiga pendampingnya, yaitu Urwah, Ario Sudarso alias Aji, dan Susilo.
Susilo merupakan pengontrak rumah, dan saat kejadian bekerja mengurus ternak di Ponpesn Al Kahfi Mojosongo.
Sehari-harinya sebelum penggerebekan, Susilo tinggal Bersama Putri Munawaroh, istrinya yang tengah hamil.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.