KPK Ungkap Total Nilai Proyek Pengerukan Alur Pelayaran yang Dikorupsi Capai Rp 500 Miliar
KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi paket pekerjaan pengerukan alur pelayaran di empat pelabuhan, nilai proyek yang dikorupsi Rp 500 miliar.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut kasus dugaan korupsi paket pekerjaan pengerukan alur pelayaran di empat pelabuhan.
Keempat pelabuhan itu, yakni pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas tahun anggaran 2015–2017, proyek pengerukan Pelabuhan Samarinda tahun anggaran 2015 dan 2016, proyek pengerukan Pelabuhan Benoa tahun anggaran 2015 dan 2016, serta proyek pengerukan Pelabuhan Pulang Pisau 2013 dan 2016.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengungkap, nilai proyek pengerukan alur pelayaran yang dikorupsi totalnya Rp 500 miliar.
"Total nilainya sekitar Rp500-an M, karena ada delapan paket pengerukan di dalamnya," kata Tessa kepada wartawan, Selasa (23/7/2024).
Sementara untuk nilai kerugian keuangan negara yang ditimbulkan akibat korupsi itu belum bisa disampaikan.
Karena, kata Tessa, proses penghitungan masih berjalan.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam penyelenggara negara dan tiga pihak swasta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sembilan tersangka dimaksud yaitu:
1. Adiputra Kurniawan (Swasta)
2. David Gunawan (Swasta)
3. Iwan Setiono Phoa (Swasta)
4. Sunarso (PNS/PPK paket pekerjaan Pelabuhan Tanjung Mas)
5. Ihsan Ahda Tanjung (PPK/paket pekerjaan Pelabuhan Tanjung Mas)
6. Aditya Karya (PPK/paket pekerjaan Pelabuhan Samarinda)
7. Herwan Rasyid (PPK/paket pekerjaan Pelabuhan Samarinda)
8. Otto Patriawan (PPK/paket pekerjaan Pelabuhan Pulang Pisau)
9. Sapril Imanuel Ginting (PPK/paket pekerjaan Pelabuhan Pulang Pisau)
Baca juga: KPK Bongkar Kasus Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan, Salah Satunya Tanjung Mas
Sembilan orang tersebut telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan sejak 30 Mei 2024.
Perkara ini disinyalir pengembangan dari perkara mantan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono.
Dalam kasusnya, Tonny didakwa menerima suap Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
Suap itu diduga agar perusahaan Adiputra mendapatkan proyek pada Ditjen Hubla.
Adapun proyek tersebut adalah pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Pulang Pisau di Kalimantan Tengah tahun anggaran 2016 dan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda di Kalimantan Timur tahun anggaran 2016. Sama seperti yang sedang diusut KPK.
Antonius Tonny Budiono dihukum lima tahun penjara. Sementara Adi Putra divonis empat tahun penjara.
Dalam proses persidangan, muncul kesaksian Kepala Kantor Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Pulang Pisau, Otto Patriawan, yang mengaku pernah menerima uang hingga sebesar Rp800 juta dari Adi Putra Kurniawan. Uang itu diberikan melalui kartu ATM.
Dalam surat dakwaan Adi Putra, PT Adhiguna Keruktama disebut pernah memenangkan lelang Proyek Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Pulau Pisau Kalimantan Tengah pada tahun 2016. Otto tercatat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek tersebut.
Otto menambahkan bahwa uang di dalam kartu ATM itu juga digunakan oleh Sapril Imanuel Ginting. Sapril adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.
Menurut Otto, Sapril menggunakan uang sebanyak Rp150 juta dari kartu ATM tersebut.
"Saya sendiri yang kasih ATM-nya, saya pinjamkan," katanya.