Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Beda dengan FBI, KPK Sebut Tak Semua Klaim Fiktif BPJS Bisa Dipidana, Ini Alasannya

KPK menegaskan bahwa tidak semua klaim fiktif BPJS bisa dibawa ke ranah pidana. Ini alasannya.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Beda dengan FBI, KPK Sebut Tak Semua Klaim Fiktif BPJS Bisa Dipidana, Ini Alasannya
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan. KPK menegaskan bahwa tidak semua klaim fiktif BPJS bisa dibawa ke ranah pidana. Ini alasannya.   

TRIBUNNEWS.COM - Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengungkapkan tak semua klaim fiktif BPJS bisa dipidanakan.

Hal tersebut lantaran ada beberapa modus kecurangan yang dianggapnya bisa dibantah oleh pihak rumah sakit (RS) maupun dokter sebagai pelaku.

Namun, Pahala menegaskan modus yang paling gampang untuk dipidanakan adalah phantom billing.

Sekadar informasi, modus ini dilakukan dengan cara pihak RS merekayasa seolah ada pasien BPJS yang dirawat, padahal tidak ada sama sekali.

Dengan rekayasa ini, RS bakal mengajukan klaim untuk pembiayaan perawatan pasien yang fiktif tersebut.

"Makanya kita pilih yang ini (phantom billing) saja dulu yang paling gampang," katanya saat berada di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/7/2024) dikutip dari Kompas.com.

Upaya ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Federal Bureau of Investigation (FBI).

Berita Rekomendasi

Pada saat KPK berguru ke FBI terkait penanganan klaim asuransi kesehatan fiktif ini, Pahala menyebut organisasi AS itu bakal membawa langsung ke ranah pidana, jika ada temuan.

"Dia bilang kalau FBI sana bilang, 'Pak kalau yang beginian langsung kamu pidanain', bukan soal kecil atau gedenya, biar orang takut'," kata Pahala.

Baca juga: Temuan KPK soal 3 RS Klaim Fiktif BPJS: Terjadi di Jateng-Sumut, Ada Modus Manipulasi Diagnosis

Pahala mengungkapkan, pada tahun 2018, jaminan sosial AS yaitu Obamacare dianggap oleh FBI terjadi dugaan fraud yang mencapai 3-10 persen.

"Kita lihat FBI bilang ternyata 3 sampai 10 persen klaim itu pasti ada fraud-nya di Amerika dan mereka keras kalau ada fraud dibawa ke pidana," ucap Pahala.

3 RS di Jateng dan Sumut Lakukan Klaim Fiktif BPJS, Ada 4.000 Kasus

Pasc- studi banding tersebut, KPK yang menggandeng beberapa institusi seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan penyelidikan.

Ternyata, ada tiga RS yang diduga melakukan klaim fiktif BPJS tersebut.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan, Pahala menuturkan adanya 4.000 kasus klaim fiktif BPJS yang dilakukan tiga rumah sakit.

Adapun mayoritas, sambungnya, merupakan klaim fiktif BPJS untuk kebutuhan fisioterapi yang tidak tercatat dalam catatan medis.

"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus, tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis," kata Pahala pada Rabu (24/7/2024).

"Jadi sekitar 3000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis," sambungnya.

Pahala menuturkan, tiga RS yang melakukan klaim fiktif BPJS itu tersebar di Jawa Tengah (1 RS) dan Sumut (2 RS).

Untuk RS A di Sumut, Pahala menuturkan klaim fiktif mencapai Rp1-3 miliar.

Baca juga: Klaim Fiktif BPJS Rp 34 Miliar Ditemukan di 3 RS, Terbesar Nilainya di Jawa Tengah

Sedangkan RS lainnya di Sumut melakukan klaim fiktif dari Rp4-10 miliar.

Sementara RS C di Jawa Tengah terbesar yaitu melakukan klaim fiktif BPJS dengan nominal Rp20-30 miliar.

Modus: Data Fiktif Warga Dikumpulkan Lewat Baksos hingga Manipulasi Diagnosis

Pahala menuturkan tiga RS tersebut melakukan klaim fiktif dengan modus yang bermacam-macam.

Adapun yang paling banyak adalah manipulasi diagnosis atau mengajukan klaim atas penindakan medis yang dimanipulasi.

Contohnya, ketika ada 39 pasien tercatat bakal melakukan operasi katarak, ternyata pihak RS hanya akan mengoperasi 14 pasien.

"Kita cek, kita bilang 'ini diopersinya satu mata diklaimnya dua mata'. Kira-kira begitu waktu itu," jelas Pahala.

Selanjutnya, ada modus dengan mengubah kode diagnosis sehingga uang yang diklaim lebih besar dan mengulang klaim yang telah diajukan sebelumnya atau repeat billing.

Selain itu, Pahala juga mengungkapkan adanya modus dari RS dengan mengumpulkan data fiktif warga oleh oknum petugas lewat kegiatan bakti sosial (baksos).

Baca juga: Soal RS Klaim Fiktif ke BPJS, Kemenkes Beri Peringatan: Izin Praktik Bisa Dicabut

Dia menyebutkan, data tersebut dikumpulkan lewat kerjasama dengan kepala desa setempat.

"Dia mengumpulkan dokumen pasien ada KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Emang niatnya udah mau ngumpulin KTP dan kartu BPJS," ujarnya.

Tak cuma itu, oknum petugas RS itu juga menggunakan data dokter palsu.

Nyatanya, kata Pahala, ketika profil dokter ditelusuri, ternyata sudah tidak bekerja di rumah sakit tersebut.

Pahala menjelaskan lewat daftar data warga yang terkumpul itu, para pelaku membuat klaim kesehatan fiktif dengan mencatut identitas warga seolah-olah yang bersangkutan menderita sakit.

Dia meyakini modus semacam ini tidak hanya dilakukan perorangan tetapi ada kerjasama antar individu di rumah sakit.

"Berdasar inilah di-engineer semua seakan-akan dia sakitnya A, nanti perlu penanganan ini. Ada dokter tanda tangan oke semua."

"Jadi klaim fiktif ini nggak mungkin satu orang dan nggak mungkin dokter aja sendiri ya nggak bisa juga," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)(Kompas.com/Syakirun Ni'am)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas