Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Wakil Komandan Kapal Perang TNI AL Rawat Ratusan Anak Buah Tumbang Dihantam Ombak Laut Arafuru

Ganasnya ombak di Laut Arafuru pada 2020 lalu mampu membuat kapal perang TNI Angkatan Laut bergoyang dan ratusan prajurit di dalamya tumbang.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Kisah Wakil Komandan Kapal Perang TNI AL Rawat Ratusan Anak Buah Tumbang Dihantam Ombak Laut Arafuru
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Personel KRI Teluk Weda-526 tengah bertugas di anjungan kapal dalam pelayaran Ekspedisi Kebangsaan Maluku Tenggara pada Selasa (24/7/2024). 

"Semakin tidak diisi perut akan semakin sakit. Bisa sakit maag, atau harus diinfus karena kekurangan cairan, dehidrasi, dan sakit maagnya kumat semuanya. Ada yang sampai dirawat tiga hari karena tidak bisa makan. Itu saya datangi satu-satu 180 orang itu," kata dia.

"Saya sampaikan di sini wakil komandan, kalian harus segera makan. Tidak bisa masak didapur, jadi semuanya berantakan. Jadi memang Laut Arafuru luar biasa. Lebih dari pelayaran hari ini," sambung dia.

Sejak lulus dari Akademi Angkatan Laut (AAL) pada 2002 hingga saat ini, Ricky setidaknya telah mengawaki kapal TNI AL mulai dari yang berukuran 30 meter sampai 120 meter.

Selama itu, ia telah mengawaki 12 kapal.

Dari 12 kapal itu, ia telah menjabat sebagai wakil komandan kapal sebanyak empat kali dan sebagai komandan kapal dua kali.

"Dan laut yang paling mantap ya Laut Arafuru, Laut Banda ini. Karena kan langsung laut lepas. Jadi dengan Samudera Hindia ini luar biasa lautnya," kata dia.

"Dengan ukuran kapal, dan dengan istilahnya Sea State 1 sampai dengan 4 bagaimana ombaknya, sama seperti kemarin (pelayaran Surabaya ke Ambon) sea state 3 ombaknya 3,5 meter, kapal sebesar ini pun goyang. Saya berpikir kita hanya bisa pasrah kepada Allah karena memang sekuat-kuatnya kita, sehebat-hebatnya kita, begitu kena alam tidak bisa dilawan," sambung dia.

BERITA REKOMENDASI

Namun, di waktu-waktu kritis yang lain, ia pernah dirawat oleh anak buahnya saat malarianya kambuh ketika tengah bertugas sebagai KRI Teluk Weda-526 dalam pelayaran di perairan Jayapura.

Saat itu, kata dia, suhu badannya mencapai 39,8 derajat celcius.

"Saya sudah hampir sekarat dan dirawat oleh anak buah saya. Tidak ada komunikasi dengan keluarga, pimpinan, sehingga anak buah yang menjaga saya. Memberikan tensi, memberikan obat-obatan selama tiga hari saya melewati masa kritis," ungkapnya.

Dalam kondisi malaria, tiba-tiba komando atas memerintahkannya untuk segera kembali ke markasnya di Sorong.

Ia pun mengiyakan perintah pimpinannya tersebut.


"Tapi sampai di Sorong ternyata masa inkubasi itu sudah lewat. Jadi saya selamat karena ABK saya. Saya berpikir kalau tidak ada perawatan, saat itu saya pasti lewat (meninggal) karena sangat rawan sekali," kata dia.

"Dan itu yang saya merasa betul-betul termotivasi bahwa saya tidak bisa hidup tanpa anak buah saya, saya bisa hidup bersama dengan anak buah saya di sini," ungkapnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas