Temuan KPK soal 3 RS Klaim Fiktif BPJS: Terjadi di Jateng-Sumut, Ada Modus Manipulasi Diagnosis
KPK membeberkan temuan mencengangkan terkait klaim fiktif BPJS yang dilakukan tiga RS di Jateng dan Sumut. Ini temuannya.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Temuan mencengangkan disampaikan oleh Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, yaitu tentang adanya klaim fiktif BPJS yang dilakukan tiga rumah sakit (RS).
Adapun temuan ini berdasarkan kerjasama antara KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan BPJS.
Pahala menuturkan klaim fiktif lewat pembayaran BPJS ini membuat negara rugi puluhan miliar rupiah.
Dia mengungkapkan, awal ditemukannya kasus ini ketika pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap enam RS di tiga provinsi.
3 RS di Jateng dan Sumut Lakukan Klaim Fiktif BPJS, Ada 4.000 Kasus
Ternyata, kata Pahala, dalam pemeriksaan tersebut, tim KPK menemukan adanya 4.000 kasus klaim fiktif BPJS yang dilakukan tiga rumah sakit.
Adapun mayoritas, sambungnya, merupakan klaim fiktif BPJS untuk kebutuhan fisioterapi yang tidak tercatat dalam catatan medis.
"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus, tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis," kata Pahala pada Rabu (24/7/2024) dikutip dari Kompas.com.
"Jadi sekitar 3000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis," sambungnya.
Baca juga: Siap-siap! KPK Bakal Usut 3 Rumah Sakit yang Diduga Lakukan Ribuan Klaim Fiktif BPJS
Pahal menuturkan tiga RS yang melakukan klaim fiktif BPJS itu tersebar di Jawa Tengah (1 RS) dan Sumut (2 RS).
Untuk RS A di Sumut, Pahala menuturkan klaim fiktif mencapai Rp1-3 miliar.
Sedangkan RS lainnya di Sumut melakukan klaim fiktif dari Rp4-10 miliar.
Sementara RS C di Jawa Tengah terbesar yaitu melakukan klaim fiktif BPJS dengan nominal Rp20-30 miliar.
Modus: Data Fiktif Warga Dikumpulkan Lewat Baksos hingga Manipulasi Diagnosis
Pahala menuturkan tiga RS tersebut melakukan klaim fiktif dengan modus yang bermacam-macam.
Adapun yang paling banyak adalah manipulasi diagnosis atau mengajukan klaim atas penindakan medis yang dimanipulasi.
Contohnya, ketika ada 39 pasien tercatat bakal melakukan operasi katarak, ternyata pihak RS hanya akan mengoperasi 14 pasien.
"Kita cek, kita bilang 'ini diopersinya satu mata diklaimnya dua mata'. Kira-kira begitu waktu itu," jelas Pahala.
Selanjutnya, ada modus dengan mengubah kode diagnosis sehingga uang yang diklaim lebih besar dan mengulang klaim yang telah diajukan sebelumnya atau repeat billing.
Selain itu, Pahala juga mengungkapkan adanya modus dari RS dengan mengumpulkan data fiktif warga oleh oknum petugas lewat kegiatan bakti sosial (baksos).
Dia menyebutkan data tersebut dikumpulkan lewat kerjasama dengan kepala desa setempat.
"Dia mengumpulkan dokumen pasien ada KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Emang niatnya udah mau ngumpulin KTP dan kartu BPJS," ujarnya.
Baca juga: Breaking News: KPK Geledah Kantor Ditjen Minerba ESDM Terkait Kasus Eks Gubernur Malut Abdul Gani
Tak cuma itu, oknum petugas RS itu juga menggunakan data dokter palsu.
Nyatanya, kata Pahala, ketika profil dokter ditelusuri, ternyata sudah tidak bekerja di rumah sakit tersebut.
Pahala menjelaskan lewat daftar data warga yang terkumpul itu, para pelaku membuat klaim kesehatan fiktif dengan mencatut identitas warga seolah-olah yang bersangkutan menderita sakit.
Dia meyakini bahwa modus semacam ini tidak hanya dilakukan perorangan tetapi ada kerjasama antar individu di rumah sakit.
"Berdasar inilah di-engineer semua seakan-akan dia sakitnya A, nanti perlu penanganan ini. Ada dokter tanda tangan oke semua."
"Jadi klaim fiktif ini nggak mungkin satu orang dan ngga mungkin dokter aja sendiri ya nggak bisa juga," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)(Kompas.com/Syakirun Ni'am)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.