Sri Mulyani Lapor ke Jokowi soal Sistem Baru Pajak, Diluncurkan Akhir Tahun 2024
Lewat sistem itu, wajib pajak akan bisa mengakses layanan mandiri dan pengisian SPT secara otomatis, sehingga transparansi akun pun akan meningkat.
Penulis: Reza Deni
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS) kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Kepresidenan RI, Jakarta.
"Hari ini kami laporkan ke presiden mengenai kemajuan dan rencana soft launching dari core tax system yang diharapkan bisa selesai sampai dengan tahun ini sekitar bulan Desember," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Sri Mulyani mengatakan, penerapan sistem inti perpajakan baru ini ditujukan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mampu meningkatkan kemampuan basis informasi teknologi dan data.
Terlebih, tantangan di bidang perpajakan semakin tinggi dengan jumlah wajib pajak yang meningkat dari 33 juta menjadi 70 juta.
"Jumlah dokumen yang harus diproses oleh sistem pajak kita meningkat. Seperti e-faktur tadinya 350 juta dokumen sekarang meningkat jadi 760 juta dokumen. Jadi pembangunan IT system dan data base di perpajakan sangat penting," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Total Utang Indonesia Mencapai Rp5.970 Triliun, Bank Indonesia Sebut Masih Sehat
Menurut Sri Mulyani, pada dasarnya, sistem inti perpajakan akan meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi seluruh layanan administrasi perpajakan.
Lewat sistem itu, wajib pajak akan bisa mengakses layanan mandiri dan pengisian SPT secara otomatis, sehingga transparansi akun pun akan meningkat.
Wajib pajak juga bisa melihat ulasan (review) dari seluruh informasi perpajakan mereka.
Di sisi lain, DJP akan memiliki data yang lebih kredibel dan terintegrasi.
"Ini akan menyebabkan compliance dan kepatuhan wajib pajak menjadi jauh lebih baik dan mudah, dan meningkatkan tax ratio bagi penerimaan pajak negara," ujar Srimul.
Baca juga: Jokowi Ungkap Alasan Beri HGU 190 Tahun Kepada Investor IKN
Dengan begktu, diharapkan perpajakan akan meningkat hingga 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan adanya perbaikan sistem inti perpajakan.
"Dan dari perbaikan policy maupun regulasi bisa memberikan hingga 3,5 persen dari GDP, jadi potensi bisa sekitar 5 persen dari GDP," pungkas Sri Mulyani.