Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Diminta Segera Siapkan Regulasi Minyak Jelantah

Masalah minyak jelantah atau minyak bekas menggoreng makanan saat ini bukan lagi sekadar isu kesehatan, tapi juga sudah bergeser menjadi isu energi

Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Pemerintah Diminta Segera Siapkan Regulasi Minyak Jelantah
HANDOUT
Diskusi peluncuran naskah akademis tata kelola dan tata niaga minyak jelantah di Jakarta pada Senin (5/8//2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah minyak jelantah atau minyak bekas menggoreng makanan saat ini bukan lagi sekadar isu kesehatan, tapi juga sudah bergeser menjadi isu energi dan ekonomi.

Karena itu pemerintah diminta segera menyiapkan regulasi seputar pemakaian minyak jelantah.

Direktur Program Traction Energy Asia Sudaryadi mengungkapkan, jika minyak jelantah tidak diatur, maka akan segera terjadi kegagalan pasar.

Kegagalan pasar ini terjadi akibat adanya informasi yang asimetris dan eksternalitas.

Sudaryadi mengatakan, asimetris akan menyebabkan ketidakseimbangan informasi, di mana hanya salah satu pihak saja yang memperoleh keuntungan, dan menghambat kegiatan pasar secara efisien.

Sementara, eksternalitas berarti biaya atau manfaat minyak jelantah (used cooking oil atau UCO) yang ditimbulkan oleh produsen tidak terefleksi dalam harga sebuah produk.

“Kegagalan pasar ini dapat terjadi karena sampai saat ini pemerintah belum mengatur status minyak jelantah sebagai komoditas atau limbah. Jika dianggap sebagai limbah, maka harga minyak jelantah di pasar sudah terlalu tinggi. Sangat krusial agar pemerintah segera mengatur dan menetapkan harga,” kata Sudaryadi dalam diskusi peluncuran naskah akademis tata kelola dan tata niaga minyak jelantah di Jakarta pada Senin (5/8//2024).

Baca juga: Bisa Untung Rp12 Triliun, Menko Luhut Turun Tangan Dorong Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat

Berita Rekomendasi

Direktur Pusat Kajian yang juga merupakan Guru Besar FHUI Andri Gunawan Wibisana menuturkan, setidaknya ada sepuluh hal penting yang perlu diatur dalam ruang lingkup pengaturan pengelolaan komersial UCO.

Mulai dari pendefinisian secara hukum terkait minyak jelantah, instrumen pencegahan dampak negatif dari minyak jelantah, hingga pengaturan harga jual minyak jelantah.

Sebagai salah satu komitmen Indonesia meningkatkan energi baru terbarukan, Andri menegaskan bahwa perlu dilakukan pengaturan terhadap penentuan harga maksimum minyak jelantah oleh Kementerian Energi & Sumber Daya Mineral.

Selain itu, pengenaan tarif ekspor menjadi hal penting lainnya dalam tata kelola dan tata niaga minyak jelantah.

“Karena kebutuhan akan biofuel dan UCO itu akan menjadi tinggi, dan ini kalau tidak diatur akan menyebabkan inflasi atau greenflation,” kata Andri.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan peta jalan ini menjadi intervensi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon.

Baca juga: Ciptakan Peluang Bisnis, Srikandi Ganjar Asah Milenial Olah Jelantah Jadi Lilin Aroma Terapi

Dengan menggunakan bahan bakar nabati, maka pemerintah mendorong penerapan prinsip ekonomi sirkular dan kedaulatan energi.

Dalam rancangan peta jalan tersebut, minyak jelantah menjadi bahan baku potensial yang dapat digunakan dalam implementasi peta jalan tersebut.

Luhut telah memberikan arahan konkrit agar hilirisasi minyak jelantah dapat lebih diperhatikan, mengingat selama ini minyak jelantah lebih banyak diekspor dan tidak menguntungkan bagi industri-industri biofuel dan SAF dalam negeri.

Naskah akademik hasil kajian Traction Energy Asia dan tim peneliti Pusat Kajian Hukum Lingkungan dan Keadilan Iklim Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini akan menjadi rekomendasi bagi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi merampungkan Peta Jalan Nasional Pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar nabati untuk aviasi di Indonesia.

Hadir sebagai pemantik diskusi adalah Sora Lokita, Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim & Kawasan Perbatasan Kemenko Maritim & Investasi serta Andri Gunawan Wibisana, Direktur Pusat Kajian yang juga merupakan Guru Besar FHUI.

Naskah akademik yang telah disusun oleh Traction Energy Asia bersama pusat kajian sejak 2023, didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Traction Energy Asia pada tahun 2022.

Baca juga: Minyak Jelantah Laku Diekspor, AEMJI Bidik Kenaikan Pengumpulan Hingga 20 Persen dari SIMIJEL

Dalam studi tersebut, ditemukan ada potensi minyak jelantah yang ditemukan di 5 kota besar Jawa dan Bali, di antaranya 34.164,84 kiloliter/tahun di sektor rumah tangga dan 18.115,68 kiloliter/tahun di sektor usaha mikro.

Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa, 71,88 persen rumah tangga dan 58,08% pegiat usaha mikro menyetujui adanya pengumpulan minyak jelantah.

Sehingga selain potensi bahan baku, minyak jelantah juga berpotensi memberi keuntungan ekonomi.

Kegiatan ini ditutup dengan penyerahan naskah akademik secara simbolis kepada Kemenko Marves, yang diwakili oleh Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan, Sora Lokita.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas