2 Eks Kadis ESDM Bangka Belitung Ungkit Perintah Mantan Gubernur Erzaldi Rosman di Kasus Timah
Dalam nota pembelaannya, dua mantan Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung mengungkit perintah atasannya, mantan Gubernur Erzaldi Rosman dalam kasus timah.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung mengungkit perintah atasannya, mantan Gubernur Erzaldi Rosman dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah.
Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2024) dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota pembelaan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Dua terdakwa yang membacakan eksepsi melalui tim penasihat hukum masing-masing, yakni Suranto Wibowo sebagai Kadis ESDM periode 2015-Maret 2019 dan Amir Syahbana sebagai Kadis ESDM periode 2021-2024.
Dalam eksepsinya, Suranto Wibowo melalui tim penasihat hukumnya mengungkapkan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) yang diterbitkannya untuk perusahaan-perusahaan swasta selama menjabat Kadis merupakan perintah Gubernur Bangka Bangka Belitung yang saat itu dijabat Erzaldi Rosman.
Penerbitan RKAB yang dimaksud, dilakukan untuk lima perusahaan smelter swasta, yakni: PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya; CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya; PT Sariguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya; Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya; dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
Baca juga: Sidang Kasus Timah, Jaksa Sebut Harvey Moeis & Helena Lim dapat Rp 420 Miliar, Disamarkan Lewat CSR
Tak hanya RKAB, Suranto juga mengaku diperintah menyetujui Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan (RKTTL), Rencana Reklamasi (RR), dan Rencana Paskatambang (RPT) Izin Usaha Pertambangan.
Perintah itu tertuang di dalam Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/113/ESDM/2019 tanggal 31 Januari 2019.
"Saya mendapatkan surat Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/113/ESDM/2019 tanggal 31 Januari 2019 Tentang pendelegasian wewenang persetujuan Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan (RKTTL), Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB), Rencana Reklamasi (RR) Rencana Paskatambang (RPT) Izin Usaha Pertambangan yang ditandatangani oleh Erzaldi Rosman selaku Gubernur Kepulauan Bangka Belitung," ujar penasihat hukum Suranto Wibowo dalam persidangan.
Pernyataan itu disampaikan pihak Suranto Wibowo dalam rangka membantah dakwaan jaksa penuntut umum yang menyebut terdakwa Suranto Wibowo selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya periode tahun 2015 sampai dengan 2019.
Baca juga: 3 Eks Kadis ESDM Bangka Belitung Jalani Sidang Perdana Kasus Timah Rp 300 Triliun, Satu Ikut Daring
Menurut penasihat hukum Suranto, kliennya telah menyampaikan pernyataan soal perintah gubernur saat diperiksa pada tahap penyidikan.
"Bahwa JPU tidak memasukkan Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa di dalam surat dakwaannya, di dalam Berita Acara pemeriksaan Tersangka (Suranto Wibowo) pada tanggal 21 Juni 2024," katanya.
Tim penasihat hukum Suranto Wibowo juga menilai pendelegasian persetujuan RKAB yang dilakukan eks Gubernur Erzaldi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 Pasal 13 ayat 2 huruf b tentang administrasi pemerintahan.
Sebab menurutnya, pendelegasian seharusnya dilakukan melalui peraturan daerah (Perda).
"Gubernur Kepulauan Bangka Belitung mendelegasikan kewenangan persetujuan penerbitan RKAB kepada Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung dalam bentuk Surat Keputusan Gubernur Nomor 188.44/113/ESDM/2019 tanggal 31 Januari 2019 bukan dalam bentuk Peraturan Daerah seperti yang diamanatkan/diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 Pasal 13 ayat 2 huruf b tentang administrasi pemerintahan."
Sedangkan dari pihak Amir Syahbana mengungkit soal peran gubernur sebagai atasan kepala dinas terkait penerbitan RKAB.
"Kan tuduhannya RKAB. Dan beliau tuh kepala dinas loh. Artinya ada orang di atas dia, itu yang jadi pertanyaan," ujar penasihat hukum Amir Syahbana kepada awak media usai sidang pembacaan eksepsi.
"Ya gubernur. Artinya beliau tidak sendiri dalam penetapan itu," ujar dia.
Pihaknya pun menilai bahwa terkait penerbitan RKAB haruslah ditindaklanjuti soal perintah atasan yang dalam hal ini gubernur.
"Saya sampaikan di awal adalah penzaliman. Kenapa ini tidak ditindaklanjuti secara serius sampai ke atas?" katanya.
Sebagai informasi, dalam perkara ini sudah ada tiga orang yang duduk di kursi pesakitan.
Selain Suranto Wibowo dan amir Syahbana, ada pula Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani.
Namun atas dakwaan jaksa penuntut umum, Rusbani memilih tak mengajukan eksepsi.
Dalam dakwaan JPU terhadap ketiga terdakwa, terungkap bahwa mereka melakukan korupsi bersama 19 pihak lainnya yang segera menyusul duduk di kursi pesakitan.
Pihak-pihak tersebut di antaranya Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono; Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN); Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Hendry Lie.
Kemudian Owner PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Hendry Lie (HL); Marketing PT TIN, Fandy Lingga (FL); M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah periode 2016 hinggga 2021; Emil Emindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai 2018; Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP; Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku Eks Komisaris CV VIP; Gunawan (MBG) selaku Direktur Utama PT SIP; Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP; Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS; Rosaina (RL) selaku General Manager PT TIN; Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT; Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT; Tamron alian Aon sebagai pemilik CV VIP; dan Achmad Albani (AA) selaku manajer Operasional CV VIP.
Dalam perkara ini mereka diduga berkongkalikong terkait penambangan timah ilegal di Bangka Belitung dalam kurun waktu 2015 sampai 2022.
Akibatnya, negara merugi hingga Rp 300 triliun berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata jaksa penuntut umum.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.