Tingkatkan Lapangan Kerja, Hilirisasi Nikel di Halmahera Selatan Bawa Manfaat bagi Perekonomian
Keberadaan industri hilirisasi berkelanjutan yang dikelola oleh Harita Nickel turut membawa dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan.
Penulis: Fransisca Andeska
Editor: Anniza Kemala
TRIBUNNEWS.COM - Di mata dunia saat ini, Nikel menjadi salah satu komoditas sumber daya alam yang sedang hangat diperbincangkan. Terlebih Indonesia diketahui menjadi salah satu negara yang memiliki komoditas pertambangan nikel yang berlimpah.
Jenis logam ini dikenal sebagai bahan utama untuk pembuatan baterai, berbagai barang elektronik, hingga kendaraan listrik. Maka dari itu, kebutuhan nikel pun diprediksi akan mengalami lonjakan jika melihat dari berkembangnya tren dunia terhadap industri kendaraan listrik.
Pada 2023, Kementerian ESDM mencatat, produksi bijih nikel di Indonesia mencapai 193,5 juta ton atau mengalami peningkatan dibanding produksi tahun sebelumnya yang hanya mencapai 106,3 juta ton. Bahkan, di tahun 2024, produksi bijih nikel Indonesia diprediksi akan meningkat 5-10 persen, dibanding tahun 2023 karena banyaknya smelter baru yang akan beroperasi.
Sebagai negara produsen nikel terbesar, tentunya ini menjadi sebuah angin besar bagi perekonomian Indonesia. Sebab, keberadaan nikel yang melimpah serta kemampuan mengolah bijih nikel dengan adanya smelter yang terstandar membuat Indonesia mampu meningkatkan nilai rantai pasok produksi.
Sayangnya, di balik meningkatnya permintaan pertambangan nikel di Indonesia, makin banyak pula isu miring yang dilekatkan dengan industri yang kian berkembang ini. Mulai dari isu mengenai melanggar aturan terkait lingkungan, berpotensi mengancam biota laut, hingga permasalahan mengenai tenaga kerja yang didominasi oleh tenaga kerja asing.
Menjawab isu tersebut, salah satu pabrik peleburan bijih nikel (smelter), yaitu PT Trimegah Bangun Persada Tbk (TBP) atau dikenal dengan Harita Nickel membuktikan komitmen dan konsistensinya dalam menjalankan industri yang mengedepankan prinsip ramah lingkungan.
Perusahaan ini diketahui membangun pabrik peleburan bijih nikel (smelter) berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan High Pressure Acid Leaching (HPAL), yang beroperasi di wilayah Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara pada 2016 lalu.
Baca juga: Dukung Target Nasional Rehabilitasi Lahan Mangrove, Harita Nickel Kembali Gandeng Kemenko Marves
Industri smelter di Pulau Obi dorong perekonomian lokal
Keberadaan smelter di Pulau Obi turut mengungkap fakta bahwa Indonesia sudah memiliki sekitar 116 smelter nikel yang aktif. Namun, tak banyak dari smelter aktif tersebut mampu beroperasi seoptimal dengan Harita Nickel.
Bahkan, Harita Nickel berhasil mengeskpor berbagai produk hilirisasinya ke berbagai negara, mulai dari Feronikel, MHP, Nikel Sulfat, hingga Kobalt Sulfat.
Secara ekonomi, keberadaan Harita Nickel turut mendongkrak pendapatan negara dengan adanya kegiatan ekspor. Di sisi lain, hadirnya tambang serta smelter ini pun turut menyerap tenaga kerja setempat, guna mengurangi angka pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan, khususnya di Pulau Obi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa hilirisasi yang menyeluruh mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya di wilayah Maluku Utara.
Hal ini terbukti dari angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2023 lalu, di mana menurut data BPS, Maluku Utara mencetak angka pertumbuhan ekonomi tertinggi, sebesar 20,49 persen, yang didorong dari lapangan industri pengolahan, pertambangan, serta penggalian.
Menurut Aidil Adha, yang pernah menjabat sebagai Kepala BPS Maluku Utara periode 2021-2024, keberadaan perusahaan tambang pada dasarnya berpengaruh terhadap masyarakat dan juga perekonomian, terutama di Halmahera Selatan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia