Pengunduran Airlangga Dianggap Wajar, Pengamat Singgung Kepemimpinan Setnov hingga Akbar Tanjung
Adi berpandangan bahwa kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Airlangga Hartarto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Pengamat Politik Adi Prayitno, menyebut bahwa mundurnya Airlangga menimbulkan tanda tanya.
Sebab, kepemimpinan Airlangga membuat perolehan kursi di Pemilihan Legislatif (Pileg) melonjak tajam.
"Saya kira semua orang kaget dengan pengunduran Airlangga yang terkesan tiba-tiba dan mendadak karena selama ini memang isu terkait Munaslub itu tak pernah sukses ya itu tentu sepertinya Airlangga mendapat dukungan dari internal Golkar," kata Adi, Minggu (11/8/2024).
"Tentu membuat tanda tanya publik karena memang Airlangga itu dinilai sebagai ketum yang sebenarnya sukses membuat suara Golkar naik di Pileg 2024 dan dianggap sebagai menteri ekonomi yang juga sukses ya jadi itu yang sebenarnya membuat tanda tanya," sambungnya.
Baca juga: Nama Tommy Soeharto hingga Gibran Muncul Jadi Kandidat Kuat Ketua Umum Partai Golkar
Meski begitu, Adi berpandangan bahwa kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar.
Dia lantas mencontohkan, pada saat Setya Novanto (Setnov) akhirnya menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Dimana, terpilihnya Setnov lantaran terjadi konflik intenal di partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Tapi memang yang kedua kalau kita melihat kecenderungan secara umun Ketum Golkar itu selalu lahir dari situasi yang tidak normal Ketum Golkar sebelum Airlangga, Pak Setnov itu jadi Ketum Golkar ditengah konflik intenal Golkar saat itu kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono," paparnya.
Tak hanya itu, terpilihnya Airlangga sebagai Ketua Umum juga lantaran Setnov harus berurusan dengan hukum.
Sehingga, Airlangga ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
"Termasuk misalnya Pak Airlangga jadi ketum Golkar dalam kondisi di mana ketum Golkar Setnov saat itu berurusan dengan kasus hukum," terang Adi.
Bahkan, kata Adi, saat 2004 kala itu Akbar Tanjung menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak harus disingkirkan dan diganti oleh Jusuf Kalla.
"Bahkan tahun 2004 yang kita tahu Golkar berhasil tampil sebagai partai pemenang pileg saat itu ketum Golkar Akbar Tanjung tapi juga terlempar digantikan oleh Jusuf Kalla," ulasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.