Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perludem Nilai Pemilu dan Pilkada yang Dilaksanakan di Tahun yang Sama Tidak Ideal

Khoirunnisa mengkhawatirkan kecurangan di Pemilu 2024 bisa terulang pada perhelatan Pilkada 2024 November mendatang

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Perludem Nilai Pemilu dan Pilkada yang Dilaksanakan di Tahun yang Sama Tidak Ideal
Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati dalam sebuah diskusi di kantor ICW, Jakarta Selatan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan pemilu dan pilkada dilaksanakan di tahun yang sama tak ideal.

Ia mengkhawatirkan kecurangan di Pemilu 2024 bisa terulang pada perhelatan Pilkada 2024 November mendatang. 

“Kekhawatiran saat pemilu dan pilkada dilaksanakan di tahun yang sama ini sangat tidak ideal. Dan yang terjadi seperti sekarang ini saling menyandera, kooptasi dan praktik-praktik yang terjadi di Pemilu 2024. Bisa jadi terjadi kembali di Pilkada 2024,” kata Nisa dalam sebuah diskusi di kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2024).

Ia melanjutkan bahwa publik sudah melihat cikal bakal terulangnya kecurangan tersebut.

Nisa mencontohkan misalnya pada Pilpres mengubah aturan di Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Waketum Golkar Sebut Gibran Tidak Mungkin Jadi Ketua Umum Gantikan Airlangga Hartarto

Sekarang di Pilkada mengubah aturan di Mahkamah Agung.

Berita Rekomendasi

“Termasuk juga tahapan pencalonannya, kita tahu pencalonan di Pilkada harus punya 20 persen kursi DPRD. Itu syarat yang sangat berat dan jarang sekali partai politik bisa maju sendiri, mau tidak mau harus berkoalisi,” terangnya.

Dan berkoalisi ini, dikatakannya sudah jadi rahasia umum bahwa koalisinya tidak asli tidak berdasar ideologi.

Tetapi berdasarkan hitung-hitungan kepentingan yang paling menguntungkan.

“Ketika partai harus memilih kandidat  loyal di partai. Dibandingkan kandidat yang punya logistik dan potensi menangnya besar.

Tentu yang dipilih kandidat yang terakhir tersebut,” kata Nisa.

Ia menerangkan praktik tersebut membuat demokrasi yang ada di Indonesia sekarang ini jadi tidak sehat. 

“Jadi kalau dibilang itu hak asasi manusia (Politik dinasti) seakan-akan kita bicara di ruang kosong. Sekarang yang terjadi adalah keinginan untuk melanggengkan kekuasaan melalui politik dinasti dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya dengan calon tunggal di pilkada,” terangnya.

Dikatakan pentolan Perludem itu akhirnya parpol hanya mendorong mereka-mereka yang dekat dengan elite partai politik.

“Dan yang meresahkan akibatnya kompetisinya jadi dihilangkan,” tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas