Jokowi Sebut Istana Bau Kolonial, Sejarawan: Kolonialisme soal Watak Gunakan Hukum untuk Menindas
Dia menilai, watak semacam ini biasa dimiliki orang yang tengah duduk manis di kursi kekuasaan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarawan Bonnie Triyana menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menganggap Istana Negara di Jakarta berbau kolonial.
Bonnie menegaskan, kolonialisme lebih kepada watak seseorang, bukan pada fisik bangunan.
Hal itu disampaikan Bonnie saat menjadi pembicara dalam acara bedah buku 'Merahnya Ajaran Bung Karno' dalam rangka Refleksi Kemerdekaan ke-79 RI yang digelar Persatuan Alumni GMNI Lebak di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Lebak, Banten, Jumat (16/8/2024).
"Jadi kalau ada orang yang bilang bau-bau kolonialisme itu bukan pada bangunan fisik, tapi pada watak, pada pikiran, pada perilaku. Itu watak kolonial yang bahaya yang bisa dilakoni oleh siapapun," kata Bonnie.
Bonnie mencontohkan, salah satu watak kolonial ialah memakai hukum guna menindas rakyatnya sendiri.
Dia menilai, watak semacam ini biasa dimiliki orang yang tengah duduk manis di kursi kekuasaan.
"Apalagi dia sedang berada di tampuk kekuasaan. Watak kolonial ini apa cirinya? Di zaman kolonial, pemerintah kolonial itu menggunakan hukum untuk menindas," ujar Bonnie.
Baca juga: Saat Rocky Gerung Bicara di Museum Multatuli, Singgung Pihak yang Keluhkan Istana Bau Kolonial
Bonnie mengungkapkan, penerapan Exorbitante Rechten di masa pemerintah kolonial Belanda. Hukum semacam ini dinilai Bonnie menjadi alat penguasa untuk meredam lawannya.
"Apa itu Exorbitante Rechten? Seorang Gubernur Jenderal bisa menghukum siapapun yang tidak disukai oleh dia, dengan membuang dia ke luar wilayah kekuasaan Hindia Belanda atau membuang dia ke tempat yang terpencil," ujar Bonnie.
Bonnie menerangkan Exorbitante Rechten adalah hak Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menistakan siapapun yang tidak disukai. Inilah cara pandang kolonial.
"Nah, artinya rekayasa hukum itu pun praktek kolonial. Rekayasa hukum itu pun, apa yang dilakukan oleh gubernur jenderal pada masa kolonial," pungkasnya.