Bamsoet Sebut Kotak Kosong Sebuah Fakta Demokrasi dan Perlu Dihormati
Bamsoet pun turut mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 sambil berkelakar.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Mestinya, lanjut dia, terobosan MK itu bisa juga diikuti oleh KPU agar pendukung kotak kosong mendapatkan perlakuan yang adil sebagaimana yang didapatkan oleh pendukung calon tunggal.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi daring bertajuk Menggugat Fenomena Calon Tunggal dalam Pilkada Serentak Tahun 2024 yang digelar The Constitutional Democracy Initiative pada Minggu (4/8/2024).
"Oleh karena itu, saya mengusulkan KPU bisa memberikan fasilitasi dan hak kepada pendukung kolom kosong untuk berkampanye di Pilkada. Jadi KPU juga harus fasilitasi. Kalau KPU fasilitasi calon tunggal untuk berkampanye, mestinya fasilitasi yang sama juga bisa terhadap kolom kosong," kata dia.
"Karena ini kan dilakukan dengan misalnya alat peraga, iklan di media massa, cetak dan elektronik yang didesain, supaya KPU tidak dibilang partisan, serahkan saja kepada kelompok independen yang ditunjuk oleh KPU untuk mendesain materinya," sambung Titi.
Baca juga: Pidato Sidang Tahunan MPR, Bamsoet Paparkan Urgensi Pembentukan Matra Angkatan Siber
Calon Tunggal Dinilai Berbahaya
Anggota Komnas HAM RI periode 2017 sampai 2022 Amriuddin Al Rahab memandang hadirnya calon tunggal dalam Pilkada merupakan gejala otoritarianisme politik.
Menurut Amiruddin hak memilih bagi warga negara adalah hak asasi manusia sekaligus hak konstitusional warga negara yang dijamin konstitusi.
Begitu partai politik (parpol) atau sekumpulan parpol mengajukan calon tunggal, kata dia, maka dapat dimaknai parpol-parpol itu mengabaikan sekaligus merampas hak warga negara dalam memilih dan dipilih.
Dengan melihat esensi tersebut, menurut dia calon tunggal tidak berguna dalam memperbaiki demokrasi di Indonesia.
"Esensi dari demokrasi adalah terjaminnya hak setiap warga negara memilih dan dipilih. Begitu itu diabaikan atau dirampas oleh orang-orang yang sedang memburu kekuasaan, dengan sendirinya demokrasi tinggal cangkangnya. Isinya sudah hilang. Inilah bahayanya dari calon tunggal ini," kata Amiruddin.
Selain itu, ia juga memandang calon tunggal juga menunjukkan kegagalan partai politik dalam melakukan tanggung jawab politiknya sebagai tempat kepentingan banyak orang diagregat dan diartikulasikan.
Salah satu caranya, kata Amiruddin, dengan memunculkan tokoh yakni sosok yang dianggap mapu membawa gagasan parpol tersebut.
Begitu parpol tidak mampu menciptakan tokoh, menurutnya maka dengan sendirinya parpol tidaklah ada.
Sebaliknya, kata Amiruddin, yang ada hanyalah sekumpulan orang atas nama parpol.
"Jika calon tunggal itu berkembang, sekarang gejalanya sudah muncul, beberapa partai sudah kumpul sana-kumpul sini untuk merancang calon tunggal ini, itu menandakan bahwa napas demokrasi kita akan semakin tercekik," kata Amiruddin.