Vila Terkait Kasus Korupsi Timah di Bali Disita Kejagung, Ini Penampakannya
Berdasarkan penelusuran Kejaksaan Agung, vila yang disita tersebut dibeli Hendry Lie pada tahun 2022 bukan atas namanya sendiri, tapi menggunakan nama
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menyita sebuah vila di Bali terkait perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk selama periode 2015-2022.
Vila itu disita pada Selasa (20/8/2024), diduga milik founder Sriwijaya Air, Hendry Lie (HL) yang merupakan tersangka perkara timah.
"Selasa 20 Agustus 2024 di Provinsi Bali, Kejaksaan Agung melakukan penelusuran aset milik Tersangka HL dan/ atau pihak terafiliasi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk, tahun 2015 sampai dengan tahun 2022. Dalam kegiatan tersebut, tim berhasil menemukan satu unit vila," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya.
Luasan vila yang disita itu mencapai 1.800 meter persegi. Nilainya ditaksir Rp 20 miliar.
"Dibangun di atas tanah seluas 1.800 meter persegi dengan estimasi saat ini bernilai Rp 20 Miliar," kata Harli.
Berdasarkan penelusuran Kejaksaan Agung, vila yang disita tersebut dibeli Hendry Lie pada tahun 2022 bukan atas namanya sendiri, tapi menggunakan nama istrinya.
"Diatas namakan istri Tersangka HL, dimana uang yang digunakan untuk membeli Villa tersebut diduga bersumber atau terkait dengan tindak pidana a quo," kata Harli.
Baca juga: Golkar Harap Tak Ada Kasus Hukum yang Menimpa Airlangga Hartarto
Penyitaan aset tersangka ini menurut Harli merupakan satu di antara upaya-upaya untuk memulihkan kerugian negara dalam perkara timah.
Adapun nilai kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut bahwa nilai kerugian negara itu terbagi menjadi tiga poin: penyewaan alat processing pelogaman timah, pembayaran bijih timah dari tambang ilegal, dan kerusakan lingkungan.
Kerugian negara dari kerja sama penyewaan alat processing pelogaman timah disebut-sebut mencapai Rp 2 triliun lebih.
"Kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat processing penglogaman timah yang tidak sesuai ketentuan: Rp 2.284.950.217.912,14," kata jaksa penuntut umum di dalam dakwaannya.
Kemudian kerugian negara atas pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal diperkirakan mencapai Rp 26.648.625.701.519.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.