Komentari Temuan IPW, Haidar Alwi Sebut Kapolri Tidak Akan Toleransi Segala Bentuk Pungutan Liar
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai, komitmen Kapolri dalam pemberantasan pungutan liar (pungli) tidak perlu diragukan lagi.
Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai, komitmen Kapolri dalam pemberantasan pungutan liar (pungli) tidak perlu diragukan lagi.
Demikian disampaikan R Haidar Alwi merespons temuan Indonesia Police Watch (IPW) terkait dugaan pungli di Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri.
"Kapolri jelas dan tegas berkali-kali bilang tidak akan mentolerir segala bentuk pungli. Tidak hanya di internal Polri tapi juga di eksternal," kata R Haidar Alwi, Senin (26/8/2024).
Menurut R Haidar Alwi, sebelum temuan IPW, Kapolri melalui Paminal telah terlebih dahulu mengusut kasus tersebut. Hal itu ditandai dengan penyitaan barang bukti yang kabarnya berjumlah Rp1,5 miliar.
"Kalau sudah ada barang bukti yang disita, itu artinya sedang diusut. Bahkan diusut sebelum adanya temuan IPW," sambung R Haidar Alwi.
R Haidar Alwi yakin, anggota yang terbukti melakukan pungli pasti mendapatkan sanksi sesuai dengan perbuatannya. Mulai dari sanksi etik, sanksi administrasi, sanksi turun pangkat atau demosi, bahkan sanksi pemecatan hingga pidana.
"Sebagai wujud profesionalisme Polri dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu. Sekaligus bersih-bersih Polri dari oknum nakal yang mencoreng marwah institusi," jelas R Haidar Alwi.
R Haidar Alwi mengingatkan bahwa pemberantasan pungli membutuhkan dukungan dari semua pihak. Hal itu menjadi penting agar Polri semakin profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Ketimbang memelihara kebencian dan stigma negatif terhadap Polri, lebih baik berpartisipasi dalam pemberantasan pungli. Bisa dengan mengawasi atau tidak mencoba menyuap anggota Polri," ungkap R Haidar Alwi.
Selain itu, R Haidar Alwi meminta para pengamat, LSM dan ormas agar lebih hati-hati. Sebab, menyongsong pergantian kepemimpinan dari Presiden Jokowi kepada Prabowo Subianto Oktober mendatang, rawan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan yang menginginkan kursi Kapolri.
"Jangan sampai pengamat, LSM dan ormas-ormas itu dijadikan alat untuk mendiskreditkan Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Tujuannya mengincar kursi Kapolri di kabinet Prabowo-Gibran nantinya," tutur R Haidar Alwi.
Saat ini, lanjut R Haidar Alwi, capaian kepolisian di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah jauh lebih baik. Bahkan, berdasarkan survei Litbang Kompas yang terkenal independen, Polri menjadi lembaga penegak hukum dengan citra terbaik mengungguli Kejaksaan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Seiring dengan capaian gemilang itu ada saja pihak-pihak yang tidak suka. Entah itu datang dari internal Polri sendiri atau bisa juga dari pihak luar yang punya kepentingan tertentu," pungkas R Haidar Alwi.
IPW ungkap dugaan pungli di Sekolah Perwira Polri
Sugeng Teguh Santoso sebelumnya mengatakan adanya indikasi pemerasan dan pungutan liar (pungli) di Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri di Sukabumi, Jawa Barat terhadap siswa calon inspektur polisi.
Bahkan, berdasarkan temuan IPW, Sugeng menduga selama bulan April-Agustus 2024, perputaran uang pungli itu mencapai Rp 240 miliar yang dipungut dari siswa.
"Para siswa itu menjalani pendidikan sejak 18 April-15 Agustus 2024. Diduga, selama tiga bulan menjalani pendidikan, mereka sudah mengeluarkan uang sekitar Rp 100 juta per orang sebagai uang atau pungutan."
"Kalau di total, perputaran uang dari siswa anggota bintara Polri untuk pendidikan perwira tersebut berkisar Rp 240 miliar," kata Sugeng dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Sabtu (24/8/2024).
Sugeng juga merinci peruntukan uang pungutan tersebut seperti untuk iuran menembak sebesar Rp 300 ribu, iuran judo Rp 500 ribu, iuran SAR Rp 300 ribu, dan iuran ekspedisi darat Rp 500 ribu.
Selain itu, adapula iuran bagi tenaga pendidik yang harus diberikan siswa sebesar Rp 1 juta.
Siswa, kata Sugeng, juga harus memberikan uang jika ingin memperoleh izin khusus yaitu di kisaran Rp 10-15 juta.
"Ada lagi iuran untuk pola pengasuhan sebesar Rp 200 ribu, sumbangan pendamping yang meminta fasilitas hotel, mobil, dan rekreasi Rp 1,3 juta per siswa, iuran gladi wirottama Rp 1 juta, iuran batalyon Rp 1 juta, iuran resimen Rp 17 juta, iuran koperasi Rp 14 juta, dan pembayaran produk karya perorangan melalui pihak ketiga (prokap) Rp 20 juta," kata Sugeng.
Namun, Sugeng mengungkapkan uang itu bukan masuk ke pihak Setukpa, tetapi ada warga sipil yang menampungnya bernama Dinar.
Dia mengatakan, lewat Dinar inilah, diduga uang iuran tersebut mengalir ke pejabat utama Setukpa Polri.
Sugeng mengatakan pungutan tidak hanya terjadi ketika siswa sudah menempuh pendidikan, tetapi juga terjadi saat pendaftaran.
Dia mengungkapkan bagi siswa yang ingin masuk Setukpa lewat jalur kuota khusus atau penghargaan, maka harus merogoh uang dari ratusan juta sampai miliaran rupiah.
"Saat ini, jumlah siswa yang mengikuti pendidikan angkatan 53 gelombang pertama tahun anggaran 2024 sebanyak 2.000 siswa. Jumlah siswa tersebut terdiri dari 1.900 polisi laki-laki (Polki) dan 100 polisi wanita (polwan)."
"Mereka masuk melalui jalur kuota khusus dan penghargaan sebanyak 1.200 siswa dan 800 siswa lainnya melalui seleksi reguler. Diduga, dalam mendapatkan kuota khusus atau penghargaan saat seleksi, mereka rata-rata menghabiskan uang sekitar Rp 600 juta sampai paling tinggi mencapai Rp 1,5 miliar," kata Sugeng.
Baca juga: IPW Duga Ada Pungli di Sekolah Perwira Polri, Perputaran Uang Capai Rp 240 M dalam 4 Bulan
Sugeng pun mendesak Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan tim khusus yaitu Itwasum dan Propam Polri untuk mengusut tuntas dugaan pungutan liar dan pemerasan terhadap bintara Polri yang melaksanakan pendidikan di Setukpa Polri sesuai dengan prinsip 'BETAH' (bersih, transparan, akuntabel, dan humanis).
"Hal ini untuk mengantisipasi kinerja anggota Polri ke depan agar bekerja sesuai tugas dan fungsinya yakni profesional, prosedural, dan akuntabel tanpa penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang."
"Sebab, jangan sampai mereka yang sudah melaksanakan pendidikan dan menjadi perwira juga melakukan hal yang sama yakni pemerasan dan pungutan liar terhadap masyarakat," jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.