KY Belum Terima Surat Dari Komisi III DPR Terkait Penolakan 12 Calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM
KY belum menerima surat dari Komisi III DPR RI terkait penolakan sejumlah calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) belum menerima surat dari Komisi III DPR RI terkait penolakan sejumlah calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung (MA).
Anggota sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata, mengatakan surat resmi dari Komisi III terkait penolakan tersebut menjadi penting bagi Komisi Yudisial untuk mengetahui secara pasti alasan usulan tersebut ditolak DPR.
"Hingga saat ini, KY belum menerima surat resmi dari Komisi III DPR RI terkait penolakan 9 Calon Hakim Agung dan 3 Calon Hakim ad hoc HAM di MA, sehingga kami belum tahu persis alasan penolakan semua calon tersebut," kata Mukti, dalam keterangannya, pada Kamis (29/8/2024).
Mukti menyoroti, Komisi III DPR RI telah memberikan pernyataan melalui media, sehingga KY merasa perlu untuk meluruskan adanya persepsi pelanggaran aturan pada seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA, dimana disebutkan terdapat dua calon hakim agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN) Khusus Pajak yang tidak memenuhi syarat.
Baca juga: 9 Calon Hakim Agung dan 3 Calon Hakim Ad Hoc HAM Lolos Seleksi, Selanjutnya Diuji DPR
Di sisi lain, ia menekankan, KY secara konstitusional, memiliki wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung.
Hal tersebut sebagaimana amanat Pasal 24 B UUD NRI Tahun 1945.
"KY telah melakukan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku," ucapnya.
Sementara itu, mengenai adanya dua calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak yang tidak memenuhi syarat tersebut.
Baca juga: 19 Calon Hakim Agung dan 3 Hakim Ad Hoc MA Lolos Seleksi Kesehatan & Kepribadian, Siapa Saja Mereka?
Mukti menjelaskan, hal itu merupakan keputusan pleno untuk melakukan kelonggaran persyaratan administrasi atau diskresi berdasarkan Pasal 22 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi.
Keputusan tersebut diambil dengan mengacu pada dua alasan, yakni hakim pajak merupakan jalur hakim karir yang berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, disyaratkan berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim.
Namun, katanya, pengadilan pajak baru dibentuk pada tahun 2002 dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, syarat usia minimal menjadi hakim pajak adalah 45 tahun.
"Dengan demikian, tidak ada hakim pajak berpengalaman 20 tahun menjadi hakim. Menurut data KY, hakim paling senior di Pengadilan Pajak hanya mempunyai pengalaman 15 tahun sebagai hakim," ungkap Mukti.
Di sisi lain, Mukti menjelaskan, kebutuhan MA akan hakim agung TUN khusus pajak sangat mendesak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.