Kisah Pemuda Pelestari Gamelan dari Boyolali: Merdunya Alunan Slendro Pelog Kini Jadi Rezeki Bersama
Inilah cerita kreatif Lilik Dwi Fajar Riyanto (32), perajin gamelan asal Boyolali, sang peraih SATU Indonesia Award 2021 dari Astra.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Nuryanti
Omzet CV Berkah Bopo pun akhirnya berangsur membaik, walaupun belum genap 100 persen seperti sediakala.
Dan setidaknya, dirinya dapat mengantongi omzet sekitar Rp100 juta bahkan lebih dalam setahun.
“Sekarang kami baru mengerjakan pesanan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, dinas di Kabupaten Semarang, juga ada perorangan,” kata Fajar.
Seperti diketahui Fajar memproduksi gamelan dari bahan besi, kuningan, dan perunggu.
Waktu proses pembuatan gamelan itu beragam tergantung bahan, 1 set gamelan bahan besi memakan waktu maksimal 1 bulan, 1 set gamelan kuningan memakan waktu produksi 1,5 bulan, sementara 1 set gamelan perunggu waktu pengerjaannya hingga 2 bulan.
Untuk harga, komoditi kerajinan gamelan bukanlah produk yang murah.
Harganya cukup tinggi, 1 set gamelan atau sebanyak 22 instrumen dengan bahan besi dibanderol mulai Rp55 juta, gamelan bahan kuningan Rp250 juta per 1 set, sedangkan gamelan berbahan perunggu harganya jauh lebih tinggi, 1 set mulai Rp370 juta.
Hingga saat ini pasar bagi produk kreatif Fajar sudah menyebar di Indonesia, dan tak hanya pasar dalam negeri, hasil karyanya juga merambah pasar luar negeri yakni di Jepang, Malaysia, New Zealand hingga Amerika Serikat (AS).
Berinovasi Lewat Gamelan Elektrik
“Untuk mempertahankan usaha ini upaya kami adalah selalu membuka ruang untuk berinovasi, bekerja sama dengan para musisi dan juga seniman, termasuk bikin gamelan robot atau gamelan elektrik,” tutur Fajar.
Gamelan elektrik merupakan kerja sama CV Berkah Bopo dengan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) di Semarang, Jawa Tengah.
Pergerakan zaman modern dan pengembangan karya menjadi landasan kuat dalam merancang dan menciptakan gamelan elektrik bernama Sekar Nuswantoro ini.
Di sisi lain, menurut Fajar teknologi harus hidup berdampingan dengan tradisi yang melekat pada masyarakat.
Memproduksi gamelan Sekar Nuswantoro ini dilakukan bertujuan untuk mengemas gamelan semenarik mungkin, namun fungsi gamelan secara tradisi tidak dihilangkan.
“Kerja sama project gamelan Sekar Nuswantoro ini sudah terjalin selama 1,5 tahun, dan kami telah memproduksi sebanyak 5 set,” ungkapnya.
Fajar mengatakan pakem gamelan elektrik tidak melulu slendro pelog.
“Kami harmoniskan dengan musik etnik, digabungkan dengan keyboard dan alat musik lainnya,” katanya.
Gamelan Sekar Nuswantoro, lanjut Fajar, sudah mendapatkan apresiasi positif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Uno.
Untuk harga gamelan elektrik ini terbilang cukup fantastis, per 1 set dibaderol Rp500 - 600 juta.
Semangat Lestarikan Gamelan
Bagi Fajar mempertahankan usaha kerajinan gamelan tidak mudah, selain juga pasarnya yang terbatas.
Namun, kecintaannya terhadap gamelan seolah menerabas setiap tantangan yang ia hadapi.
Terlebih 2021 lalu UNESCO telah menetapkan gamelan menjadi warisan budaya tak benda (WBTB), hal itu menambah semangat dan kebanggaan tersendiri bagi Fajar.
“Saya kadang prihatin, anak-anak muda zaman sekarang lebih paham musik K-Pop dibandingkan gamelan. Hal itu juga yang membuat kami para perajin gamelan berusaha berinovasi mengikuti arus modernisasi,” ungkapnya.
Berkat kegigihan Fajar dalam melestarikan tradisi, Fajar pun diganjar penghargaan SATU Indonesia Award 2021 dari Astra, bidang kewirausahaan dengan judul kegiatan Pemuda Pelestari Alat Musik Gamelan di Boyolali.
Ia berharap gamelan akan terus lestari dan tak lekang oleh zaman, berinovasi hingga masuk dalam budaya dari generasi ke generasi.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)