Praktisi Hukum: Waspada Eksploitasi dan Kriminalisasi Anak dalam Kasus Pencemaran Nama Baik
Keterlibatan anak dalam kasus pencemaran nama baik dinilai sangat berbahaya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keterlibatan anak dalam kasus pencemaran nama baik dinilai sangat berbahaya, terutama jika dimanfaatkan untuk tujuan tertentu yang tidak mengutamakan kepentingan anak.
Tindakan ini bisa dianggap sebagai kriminalisasi anak, di mana anak menjadi korban dalam situasi yang seharusnya tidak melibatkan mereka.
Hal tersebut ditegaskan praktisi hukum Achmad Taufan Soedirjo.
Menurut Taufan, dari perspektif hukum, pelibatan anak dalam kasus hukum dengan motif tertentu dapat dianggap melanggar hak-hak anak.
"Setiap anak berhak dilindungi dari segala bentuk eksploitasi, termasuk dalam kasus pencemaran nama baik dengan motif tertentu bahkan masuk ranah kriminalisasi," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (31/8/2024).
Lebih lanjut advokat ATS Law Firm & Partners tersebut menjabarkan, anak-anak yang terlibat sering kali tidak memahami sepenuhnya konsekuensi dari tindakan mereka atau situasi yang dihadapi.
"Mereka berisiko mengalami trauma psikologis, stigma sosial, serta dampak negatif lain yang dapat menghambat perkembangan mereka," kata Taufan.
Taufan menyebut penolakan terhadap tindakan kriminalisasi dan eksploitasi terhadap anak, terlebih memanfaatkan modus pemerasan.
Baca juga: Sempat Minta Tunda, Aaliyah Massaid dan Thariq Halilintar Bakal Diperiksa Soal Pencemaran Nama Baik
Dia mengatakan bahwa tindakan tersebut sangat merugikan dan tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang hukum maupun moral.
Ia juga mencontohkan satu kasus hukum yang melibatkan anak dalam bagian perkara pencemaran nama baik seorang dosen Dr. Syafran Sofyan di Jakarta.
Kasus yang menimpa yang juga akademisi ternama itu, telah berjalan selama dua tahun tanpa kejelasan hukum.
Tuduhan pelecehan seksual terhadap cucunya, S, yang diajukan oleh AR, hingga kini tidak menunjukkan bukti kuat.
Bahkan proses dan status hukumnya pun masih mengambang tanpa kejelasan dalam kurun dua tahun terakhir.
"Bahwa kasus tersebut banyak terjadi rekayasa yang kami duga dilakukan oleh pelapor yang bekerjasama dengan oknum penegak hukum dengan memutar balikkan fakta sehingga penuh dengan kebohongan. Motif kasus ini dari awal adalah balas dendam, Fitnah, dan Pemerasan terhadap klien kami. Hal tersebut sebagai mana bukti-bukti dan saksi-saksi yang berada di lokasi, yang melihat dan mendengar langsung tentang kejadian tanggal 11 Februari 2023 di rumah klien kami," kata Achmad.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.