Antam Tegaskan Crazy Rich Surabaya Budi Said Bukan Reseller dan Tak Mungkin Dapat Diskon Harga Emas
Antam menyatakan bahwa crazy rich Surabaya, Budi Said tak pernah menjadi reseller sehingga tak mungkin mendapat diskon dalam setiap pembelian emas.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Antam Tbk menyatakan bahwa crazy rich Surabaya, Budi Said tak pernah menjadi reseller sehingga tak mungkin mendapat diskon dalam setiap pembelian emas.
Pernyataan tersebut diungkapkan mantan Vice President Precious Metal Sales & Marketing PT Antam Tbk, Yosep Purnama.
Yosep dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus pemufakatan jahat pembelian emas PT Antam dengan terdakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2024).
Pernyataan Yosep bermula ketika Jaksa bertanya terkait mekanisme penentuan harga emas yang dilakukan PT Antam.
Yosep mengatakan, penentuan harga emas yang dijual pihaknya mengacu dengan harga emas dunia.
"Penetapan harga logam mulia yang pertama adalah mengacu pada harga emas dunia, Nah itu ditentukan oleh General Manager. Jika GM berhalangan hadir, ditentukan Vice Presiden baik itu Vice Presiden Precious mengenai sales marketing atau VP Operation," kata Yosep.
Baca juga: Terjerat Korupsi Emas Antam, Crazy Rich Surabaya Budi Said Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun
Lebih jauh, Yosep juga menuturkan, harga emas itu diusulkan GM dengan mempertimbangkan ongkos dan sebagainya.
Selain itu, dirinya juga menekankan, harga emas yang dijual PT Antam turut berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
"Jadi begitu harga ditentukan, semua mengikuti. Terpublish ada di logammulia.com," ujar Yosep.
Tak berhenti di sana, Jaksa mendalami perihal ada atau tidaknya diskon dalam setiap pembelian emas PT Antam.
Baca juga: Crazy Rich Surabaya Budi Said Ajukan Praperadilan Lagi, Kejaksaan Agung Siap Hadapi: Biasa Saja Itu
Hal itu mengacu dari kasus Budi Said yang mendapatkan harga emas di bawah standar yang dijual perusahaan emas BUMN tersebut.
Yosep menegaskan, pihaknya tidak mungkin memberi diskon kepada para konsumen kecuali orang tersebut terdaftar sebagai reseller di PT Antam Tbk.
"Terkait harga, apakah dimungkinkan seorang customer itu membeli sesuatu produk emas dengan harga diskon?" tanya Jaksa.
"Tidak mungkin," jawab Yosep.
Yosep juga menjelaskan selama ini PT Antam memiliki dua metode untuk penjualan logam mulia yakni trading dan retail.
Hanya saja kata dia, untuk penjualan retail, pihaknya tidak pernah memberlakukan harga diskon untuk pelanggannya.
"Retail yang ada di butik itu tidak pernah ada diskon. Tetapi reseller yang melakukan kerja sama dengan PT Antam untuk menjadi market seller kepada pelanggan, itu ditetapkan targeting setiap bulan dan mendapat diskon kurang lebih 0,3 persen," jelas Yosep.
"Terkait adanya diskon berlaku di?" tanya Jaksa.
"Hanya berlaku di trading yaitu terkait reseller," ucap Yosep.
Menindaklanjuti pernyataan Yosep, Jaksa kemudian coba mencari tahu terkait status Budi Said ketika membeli emas di PT Antam.
Yosep pun dengan tegas mengatakan pengusaha kaya itu bukan merupakan reseller yang bekerja sama dengan pihaknya.
"Apakah secara data atau mungkin informasi yang saudara terima di database PT Antam, apakah atas nama terdakwa Budi Said ini tercatat sebagai reseller di PT Antam?" tanya Jaksa memastikan.
"Bukan," tegas Yosep.
Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung sebelumnya mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said atas dugaan korupsi pembelian emas PT Antam sebanyak 7 ton lebih.
Pembelian emas dalam jumlah besar dilakukan Budi Said ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2022.
Menurut jaksa, pembelian emas dilakukan Budi Said dengan cara berkongkalikong dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa oknum pegawai PT Antam yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer bernama Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.
Dari kongkalikong itu, kemudian disepakati pembelian di bawah harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.
Total ada dua kali pembelian emas yang dilakukan Budi Said.
Pertama, pembelian emas sebanyak 100 kilogram ke BELM Surabaya 01.
Namun saat itu BELM Surabaya tidak memiliki stok tersebut, sehingga meminta bantuan stok dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.
Harga yang dibayarkan Budi Said untuk 100 kilogram emas Rp 25.251.979.000 (dua puluh lima miliar lebih).
Padahal, harga tersebut seharusnya berlaku untuk 41,865 kilogram emas.
Kemudian pembelian kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas kepada BELM Surabaya 01 Antam.
Saat itu dia membayar Rp 3.593.672.055.000 (tiga triliun lebih) untuk 7.071 kilogram atau 7 ton lebih emas Antam. Namun dia baru menerima 5.935 kilogram.
Kekurangan emas yang diterimanya itu, sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton kemudian diprotes oleh Budi Said.
Rupanya dalam pembelian 7 ton lebih emas Antam tersebut, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dengan pihak Antam.
Dari pihak Budi Said saat itu mengaku telah menyepakati dengan BELM Surabaya harga Rp 505.000.000 (lima ratus juta lebih) untuk per kilogram emas.
Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Antam.
Adapun berdasarkan penghitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said semestinya berlaku untuk 5,9 ton lebih emas.
Akibat perbuatannya ini, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.
Dari pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama pihak broker dan BELM Surabaya disebut merugikan negara hingga Rp 92.257.257.820 (sembilan puluh dua miliar lebih).
Kemudian dari pembelian kedua, negara disebut-sebut telah merugi hingga Rp 1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).
Dengan demikian, Budi Said dalam perkara ini dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, dia juga diduga menyamarkan hasil tindak pidananya, sehingga dijerat Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.