Jawab Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata, Polri Tegaskan Sudah Sesuai Prosedur
Kepolisian Republik Indonesi (Polri) merespons adanya laporan dugaan korupsi pengadaan gas air mata tahun anggaran 2021–2022 ke KPK
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesi (Polri) merespons adanya laporan dugaan korupsi pengadaan gas air mata tahun anggaran 2021–2022 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami apresiasi wujud peran serta masyarakat dalam memberikan kritik dan masukan atas kebaikan Polri ke depannya,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko saat dikonfirmasi Selasa (3/9/2024).
Menurutnya, Polri selalu berkoordinasi, komunikasi serta kerjasama dengan lembaga KPK selama ini dalam setiap proses kegiatan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Perlu kami informasikan Polri dalam setiap proses kegiatan dilakukan dengan mengacu pada perundang-undangan dan aturan yang berlaku dan memastikan bahwa pengadaan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku,” tutur Trunoyudo.
Polri telah melalui proses perencanaan kebutuhan, pemeriksaan, pengawasan, dan audit dari sejumlah pihak yang berwenang, baik dari internal maupun eksternal Polri.
Dia menuturkan bahwab pengadaan gas air mata dialokasikan dengan efisien yang bertujuan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta tugas fungsi sebagaiaman diamanahkan dalam Undang-undang RI nomor 2 tahun 2002.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil dari Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan korupsi pengadaan gas air mata untuk tahun anggaran 2021–2022 ke KPK.
Koalisi ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.
Perwakilan koalisi, Anggota Divisi Investigasi ICW Agus Suryanto mengatakan, KPK sangat berwenang mengusut dugaan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.
Dijelaskan, pelaporan ini buntut dari upaya represif aparat kepolisian dalam penggunaan gas air mata kepada para massa pengunjuk rasa.
Koalisi menduga terdapat selisih harga atau mark up dari pendadaan gas air mata, khususnya pada 2021–2022.
"Dugaan indikasi mark up ini mencapai Rp26 miliar, ini sudah sampaikan kepada pimpinan KPK, termasuk pada bagian pengaduan masyarakat agar segera ditindaklanjuti," ucap Agus usai membuat laporan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2024).
"Anggaran yang digunakan ini adalah bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang itu notabene berdasarkan dari pajak masyarakat," imbuhnya.
Koalisi merasa ironis lantaran APBN yang bersumber dari rakyat, justru rakyat yang terkena imbas negatif dari penggunaan gas air mata.
Karena itu, koalisi meminta KPK dapat menindaklanjuti laporan tersebut, yang disinyalir melibatkan aparat penegak hukum.
"Di samping itu juga kasus-kasus pengadaan barang dan jasa ini jumlahnya sangat banyak, menjadi dominan tidak hanya tentu diinstitusi kepolisian, tapi kementerian dan pemerintah kepala daerah," kata Agus.
Koalisi menekankan, pengusutan ini penting dilakukan untuk mengembalikan citra positif bagi KPK, di akhir masa kepemimpinan KPK periode 2019–2024.
Sehingga, pimpinan KPK ke depan berani mengusut dugaan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.
"Menjadi legacy kepada pimpinan berikutnya, agar mereka benar-benar berani untuk menangani kasus-kasus yang bukan hanya penyelenggara negara. Karena sekali lagi, korupsi yang terjadi atau melibatkan aparat penegak hukum itu justru akan merusak citra dari penegak hukum sendiri," ujar Agus.
Baca juga: Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata Polri Senilai Rp26 Miliar Dilaporkan ke KPK
Sementara itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, lembaganya akan memverifikasi laporan dimaksud.
Apabila info yang masuk cukup lengkap, maka laporan bakalan ditelaah apakan bisa ditindaklanjuti atau tidak.
"Bila dinyatakan layak untuk ditindaklanjuti, maka akan diproses ke tingkat penyelidikan. Dan bila belum layak, akan diminta pelapor untuk melengkapi lagi kekurangannya," kata Tessa kepada wartawan, Senin (2/9/2024).