3 Poin yang Memberatkan Pimpinan KPK Nurul Ghufron Hingga Disanksi Pemotongan Gaji, Tak Kooperatif
Dewas KPK mengungkap tiga hal yang memberatkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sehingga dijatuhi sanksi teguran tertulis dan pemotongan gaji 20 persen.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkap tiga hal yang memberatkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sehingga dijatuhi sanksi teguran tertulis dan pemotongan gaji 20 persen.
Pertama, Nurul Ghufron bersikap tidak kooperatif lantaran menunda-nunda proses persidangan.
Hal itu disampaikan Anggota Dewas KPK Albertina Ho ketika membeberkan hal memberatkan dalam putusan pelanggaran etik Nurul Ghufron.
"Terperiksa tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang," kata Albertina dalam persidangan di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024).
Kedua, Nurul Ghufron tidak menyesali perbuatan yang telah dilakukannya.
Ketiga, Nurul Ghufron sebagai pimpinan KPK seharusnya menjadi teladan dalam penegakan etik, tetapi melakukan yang sebaliknya.
Baca juga: Breaking News: Pimpinan KPK Nurul Ghufron Langgar Etik, Dihukum Teguran Tertulis dan Potong Gaji
Sementara untuk hal meringankan, Nurul Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik.
Nurul Ghufron dihukum dengan sanksi sedang karena membantu mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) bernama Andi Dwi Mandasari (ADM) ke Malang, Jawa Timur (Jatim).
Sanksi itu berupa teguran tertulis serta pemotongan gaji sebesar 20 persen selama enam bulan.
Ghufron dinilai melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021.
Baca juga: Dewas KPK Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Jumat Pekan Ini
Aturan dimaksud mengatur soal integritas insan KPK.
Ghufron menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dengan menghubungi Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal merangkap Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kementan.
Ghufron ingin Andi Dwi Mandasari yang merupakan pegawai Inspektorat II Kementan dipindahkan ke Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian di Malang.