Perempuan Adat Sihaporas Menangis Ceritakan Trauma Anak-anak terhadap Teror dari Polisi
Tomson Ambarita saat ini ditahan oleh pihak kepolisian setelah sebelumnya ditangkap dan dianiaya oleh sekira 50 orang tak dikenal
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dodi Esvandi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara Perempuan Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Mersi Silalahi, bergetar menceritakan nasibnya dan keluarganya yang berkonflik dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Ia menangis ketika menceritakan nasib suaminya dan anak-anaknya.
Sampai hari ini sudah hampir tiga minggu ia tak menemui kelima anaknya di kampungnya di Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, karena mencari keadilan bagi keluarga dan masyarakat di kampungnya.
Mersi menceritakan, suaminya yakni Tomson Ambarita saat ini ditahan oleh pihak kepolisian setelah sebelumnya ditangkap dan dianiaya oleh sekira 50 orang tak dikenal pada Senin (22/7/2024) dini hari lalu.
Belakangan diketahui mereka yang melakukan penangkapan terhadap suaminya dan ketiga rekannya itu adalah pihak kepolisian dari Polres Simalungun.
Mersi bercerita, kejadian pada pagi buta tersebut adalah kali kedua suaminya ditangkap oleh pihak kepolisian.
Penangkapan suaminya itu, kata Mersi, tidak hanya berdampak pada ekonomi keluarga mengingat Tomson adalah tulang punggung keluarga.
Baca juga: Buka Pameran Tanah Ulayat, Menteri AHY Bicara Komitmen Pada Hak Masyarakat Adat
Dengan suara bergetar, Mersi mengatakan keduanya memiliki lima orang anak di mana anak pertama mereka telah tamat SMA.
Anak pertamanya tersebut terpaksa harus menunda cita-citanya untuk berkuliah karena ayahnya dipenjara.
Selain itu, kata dia, anak kedua mereka masih duduk di kelas 2 SMA, anak ketiga kelas 3 SMP, anak keempat kelas 2 SMP, dan putri bungsunya masih duduk di kelas 5 SD.
Hal itu dikisahkannya saat Konferensi Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait Perlindungan dan Pemenuhan Hak Masyarakat Adat di Dolok Parmonangan dan di Sihaporas di Kantor Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Jakarta pada Rabu (11/9/2024).
"Dan yang membuat jadi teringat itu ke putri saya yang masih SD, saya di sini sudah hampir tiga minggu. Saya tidak tahu apakah anak saya itu dengan layaknya pergi ke sekolah. Apakah dia mandi, apa dia makan, saya titipkan sama keluarga," ungkap Mersi menahan tangis.
"Di mana anak saya ini waktu 2019 juga mengalami hal yang sama. Di mana anak saya yang kecil itu waktu itu masih TK. Dia sudah mengalami tekanan mental yang sangat serius. Di mana kedua kali ini, bapaknya dipenjara. Dan saya di sini, saya tinggalkan mereka. Kadang mereka telepon kapan mamak pulang? Dan saya jawab nantilah saya kabari," sambung dia.