Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perempuan Adat Sihaporas Menangis Ceritakan Trauma Anak-anak terhadap Teror dari Polisi

Tomson Ambarita saat ini ditahan oleh pihak kepolisian setelah sebelumnya ditangkap dan dianiaya oleh sekira 50 orang tak dikenal

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Perempuan Adat Sihaporas Menangis Ceritakan Trauma Anak-anak terhadap Teror dari Polisi
Tribunnews/Gita Irawan
Perempuan Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Mersi Silalahi, saat Konferensi Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait Perlindungan dan Pemenuhan Hak Masyarakat Adat di Dolok Parmonangan dan di Sihaporas di Kantor Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Jakarta pada Rabu (11/9/2024). 

Atas perlakuan tersebut, ia merasa Polres Simalungun tidak mengayomi mereka dan hanya mengayomi pihak PT TPL.

"Karena kami tahu juga, pasca penangkapan daripada suami kami, kami itu diteror dengan drone dan juga ada segerombolan orang itu sampai 10 mobil datang ke lokasi kami. Tapi begitu kami keluar dari posko kami, mereka kabur dengan mencekam sekali. Dan kami merasa itu adalah dari aparat negara dan dari TPL," kata dia.

Setelah, kata dia, ia bersama warga komunitas adat berjaga di posko keamanan selama 24 jam.

Saat itu, kata dia, ia dan warga lainnya merasa diintai.

"Sepertinya ada cahaya senter, dan drone itu akan mengintai kami setiap malam. Dan saya di sini hampir 3 minggu. Setiap sore saya akan kontak dengan teman-teman di kampung, bagaimana keadaan saya. Dan mereka mengatakan itu drone masih terus mengintai," kata dia.

Bahkan, kata dia, empat hari lalu, ia mendengar laporan dari warga ada anggota Brimob yang datang ke sana.

Mereka pun kini ketakutan setiap polisi datang ke kampung mereka.

Baca juga: Soal Program Pemerintah Wujudkan Lumbung Pangan Nasional di Merauke, Begini Sikap Masyarakat Adat

Berita Rekomendasi

"Itu menjadi suatu trauma yang tersendiri bagi kami. Di mana kami merasa dari kepolisian itu datang untuk menangkap kami. Anak-anak juga merasa trauma," kata Mersi sambil menangis.

Anak-anak di kampungnya, kata dia, bersekolah di dekat kantor kepala desa.

Anak-anak, kata dia, kerap melihat pihak kepolisian mendatangi kantor kepala desa tersebut.

"Dan anak-anak pasti melihat dia (personel kepolisian). Begitu anak-anak nanti pulang sekolah, pasti mereka, dari pemikiran mereka setiap mereka melihat polisi, bagaimana keadaan orang tua kami di sana (yang berjaga di pos keamanan kampung)," kata dia.

"Apakah aman orang tua kami di sana? Pasti begitu pemikiran mereka. Makanya setelah pulang nanti dari sekolah, ada nanti masih jumpanya orang tua di kampung, pasti akan bercerita. Tadi kami ada nampak polisi, ada sesuatu yang terjadi kah di sana? Pasti akan ditanyakan anak-anak yang masih SD," sambung dia.

Di samping itu, setelah kejadian penangkapan suaminya itu, sebagai perempuan adat ia harus berjaga 24 jam di posko keamanan tersebut.

Sementara anak-anaknya, ia tinggalkan di rumah yang berada di pemukiman penduduk, 8 Km jauhnya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas