WNI Korban TPPO Wafat di Kamboja, Keluarga Curhat Sulit Pulangkan Jenazah, Ini Respons Kemlu RI
Seorang WNI atas nama Handi Musaroni (24) wafat saat bekerja di Kamboja, tepatnya dekat Kota Tuol Sangke, Phnom Penh pada 16 Agustus 2024.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang warga negara Indonesia (WNI) atas nama Handi Musaroni (24) wafat saat bekerja di Kamboja, tepatnya dekat Kota Tuol Sangke, Phnom Penh pada 16 Agustus 2024.
Kejadian ini diceritakan ibunda Handi, Siti Rahmah.
Handi berangkat bekerja ke Kamboja pada 16 Mei 2024.
Tapi perusahaan tempatnya bekerja tidak diberitahukan ketika Handi masih di Indonesia.
Pada 16 Agustus 2024 pukul 11.00 WIB, Handi memberitahu ibundanya melalui Whatsapp bahwa ia mengalami sakit liver kronis dan menyampaikan ingin kembali ke Indonesia.
Namun, Handi tak bisa pulang karena upahnya tidak dibayarkan.
Baca juga: Dua Tersangka TPPO Ditangkap, Imigrasi Masih Buru Dalang Penyelundupan Orang ke Australia
"Awalnya komunikasi kami tidak ada masalah, sampai saya mendapatkan kabar via phone dari anak saya kalau dia sedang sakit lambung/liver kronis pada tanggal 16 Agustus 2024 jam 11.00 WIB dan ingin pulang ke Indonesia. Namun karena gajinya tidak dibayar oleh perusahaan tempatnya bekerja, maka dia tidak mempunyai biaya untuk pulang," kata Siti, Rabu (11/9/2024).
Kemudian, beberapa waktu berselang Siti diberitahu adiknya yang diinfokan pemimpin tim perusahaan bahwa anaknya, Handi, sudah meninggal dunia dan jenazahnya berada di rumah duka Yim Undertaker Cambodia, Steung Meanchey Pagoda, Monireth Blve Nomor 217, Sangkat Steung Meachey, Khan Meanchey, Phnom Penh.
Baca juga: Komnas Perempuan Minta Korban TPPO Narkotika Tak Dikriminalisasi Hingga Dihukum Mati
Usai menerima informasi itu, Siti mencari bantuan untuk mencari tahu cara memulangkan jenazah anaknya.
Teranyar, Siti baru tahu anaknya adalah korban tindakan pidana perdagangan orang (TPPO).
"Saya berusaha mencari bantuan ke mana-mana termasuk mencari tahu bagaimana cara memulangkan jenazah anak saya yang kemudian saya ketahui menjadi korban perdagangan orang," kata Siti.
Perihal itu, pada 19 Agustus dan 10 September, Siti mencoba menghubungi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI untuk meminta bantuan pemulangan jenazah anaknya.
Namun kata Siti, jika ingin dibantu, pihak Kemlu RI memintanya membuktikan anaknya adalah korban perdagangan orang.