Kala Jokowi Janji Ingin Perkuat KPK, tapi Ditemui Pimpinan Lembaga Antirasuah Saja Sulit
Ketua KPK menyindir Jokowi karena sulit ditemui untuk membahas soal pemberantasan korupsi. Padahal, Jokowi kerap berjanji untuk memperkuat KPK.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Garudea Prabawati
Contohnya dari Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti yang mengaku kecewa kepada Jokowi karena setuju adanya revisi UU KPK.
Dia menganggap Jokowi tak berdaya menghadapi kepentingan partai politik di DPR.
"Cepatnya Presiden merespons surat dari DPR yang meloloskan dua RUU yaitu RUU MD3 dan RUU KPK, juga menunjukkan mulai tidak berdayanya Jokowi di hadapan parpol," ujarnya pada 13 September 2019 lalu.
Kritik serupa juga disampaikan oleh peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz yang menyebut Jokowi lebih mendengarkan parpol dibanding suara rakyat buntut menyetujui revisi UU KPK lewat terbitnya Surat Presiden (Surpres).
"Ditandatanganinya Surpres tersebut akan menjadi sejarah terburuk dalam kepemimpinan Jokowi."
"Beliau lebih mendengarkan kemauan partai dibandingkan suara masyarakat dan para tokoh yang ingin KPK kuat dan independen," ujar Donal pada 11 September 2019 lalu, dikutip dari Kompas.com.
Bahkan, pimpinan KPK saat itu yaitu Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang turut kecewa dengan revisi UU KPK tersebut.
Mereka menganggap lembaga antirasuah sudah dikepung dari berbagai penjuru.
"Pertama, kita sangat prihatin kondisi pemberantasan korupsi semakin mencemaskan. Kemudian KPK, rasanya seperti dikepung dari berbagai macam sisi," ujar Agus Rahardjo yang menjabat Ketua KPK saat itu dalam konferensi pers pada 13 September 2019.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)(Kompas.com/Ardito Ramadhan)