Haidar Alwi Sebut Tidak Ada Kontrol Kekuasaan Jika PDIP Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi jika PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo akan terasa karena tidak ada kontrol.
Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri direncanakan akan bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus presiden terpilih Prabowo Subianto sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024.
Pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri dinilai tidak bermanfaat secara politik kecuali PDI Perjuangan (PDIP) bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Hal itu disampaikan oleh Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB.
Haidar mengatakan sisi negatif jika PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo akan terasa karena tidak ada yang menjadi kontrol pemerintahan.
"Karena tidak ada lagi partai politik yang menjadi kontrol kekuasaan jika PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran," kata R Haidar Alwi dalam keterangannya, Minggu (15/9/2024).
Menurut dia, jika PDIP menyatakan bergabung dengan pemerintahan Prabowo, tentu tidak gratis. Sebagai partai pemenang Pemilu 2024, PDIP tentu memiliki daya tawar tersendiri. Apalagi PDIP sampai saat ini menjadi satu-satunya partai yang belum deklarasi masuk dalam koalisi Prabowo-Gibran.
’’Dengan kondisi demikian, PDIP berada pada posisi tawar yang lebih tinggi. Apalagi PDIP tahu bahwa Prabowo tidak menginginkan adanya oposisi. Karena itu, PDIP pastinya akan jual mahal,’’ jelas Haidar.
Selain itu, Haidar menilai ada beberapa faktor yang membuat PDI Perjuangan sulit bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Di sisi lain, Haidar menyampaikan ada beberapa faktor yang membuat PDIP bakal sulit untuk berlabuh di pemerintahan Prabowo. Diantaranya adalah faktor sejarah. Haidar mengatakan secara pribadi, Prabowo dengan Megawati memiliki hubungan yang sangat baik.
R Haidar Alwi meyakini, orde baru merupakan mimpi buruk dan memori kelam yang sangat membekas dalam ingatan Megawati. Baik pada masa awalnya ketika Soeharto menduduki tampuk kekuasaan menggantikan Soekarno maupun pada akhirnya saat Megawati berperan dalam reformasi tumbangnya orde baru.
Faktor berikutnya adalah hubungan Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Publik memahami sejak Pemilu 2004 lalu, hubungan antara Megawati dengan SBY cukup renggang. Sedangkan di koalisi Prabowo-Gibran saat ini, ada Partai Demokrat yang menjadi representasi sosok SBY.
Faktor selanjutnya adalah yakni Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, PDI Perjuangan mungkin menganggap Jokowi sebagai pengkhianat partai. Mulai dari dukungan terhadap Prabowo, pencalonan Gibran sebagai Cawapres Prabowo hingga pemecatan Bobby Nasution sebagai kader PDI Perjuangan.
PDIP: Jangan Dikaitkan Bagi-bagi Kekuasaan
Ketua DPP PDIP, Said Abdullah menegaskan pihaknya tidak mau pertemuan antara Prabowo dan Megawati dikaitkan dengan pembagian kekuasaan.