Penjelasan Dirjenpas tentang Pengendalian Narkoba Jaringan Internasional dari Dalam Lapas
Plt. Dirjenpas tidak memungkiri adanya narapidana yang mengendalikan narkoba jaringan internasional dari dalam lembaga permasyarakatan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Febri Prasetyo
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Plt. Dirjenpas) Reynhard Silitonga tidak memungkiri adanya narapidana yang mengendalikan narkoba jaringan internasional dari dalam lembaga permasyarakatan (lapas).
Seperti yang dilakukan terpidana mati Hendra Sabarudin (HS) di Lembaga Pemasyarakatan Tarakan Kelas II A.
Reynhard menuturkan bahwa hal itu terjadi lantaran jumlah warga binaan yang terlampau banyak.
"Warga binaan didalam Lapas itu ada 300 ribu orang, 300 ribu orang itu, 145 ribu orang itu adalah tindak pidana narkoba, nah tindak pidana narkoba yang didalam ini, tentu menjadi bagian dari kami, dari investigasi bersama-sama dengan Bareskrim," ujarnya saat pengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) jaringan narkotika Malaysia-Indonesia di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Pihaknya pun tidak menampik masih ada satu atau dua narapidana yang nekat beraksi meski di dalam lapas.
Reynhard menegaskan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan selalu berupaya menghentikan peredaran narkotika dari balik bui.
Pemberantasan narkoba disebut dia tidak pandang bulu termasuk bila ada petugas terlibat perdagangan narkoba dari lapas.
"Termasuk pegawai yang juga bermain. Ini temasuk bersih-bersih yang juga bagian dari kerja sama yang dilakukan bersama-sama dengan teman-teman. Jadi sinergi sangat baik, mari kita berantas narkoba di mana pun berada," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan bahwa pengendalian narkoba dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Tarakan Kelas II A diungkap Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri.
Dari kegiatan mengendalikan peredaran narkotika, terpidana HS telah beroperasi sejak tahun 2017 hingga tahun 2023 telah memasukkan narkotika jenis sabu dari wilayah Malaysia sebanyak lebih dari 7 ton sabu.
Baca juga: Dirjen Bea Cukai Jelaskan Tindak Lanjut Aset Sitaan TPPU Hasil Kejahatan Narkoba
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bandar kelas kakap jaringan narkoba Malaysia-Indonesia tersebut ditangkap pada 2020 lalu tersebut telah divonis hukuman mati.
Namun, hukuman Hendra diperingan menjadi 14 tahun setelah melakukan upaya hukum.
Meski hukumannya telah diperingan, warga binaan Lapas Tarakan Kelas II A ini kerap berulah, bahkan membuat kerusuhan.
"Dalam kegiatan peredaran, Hendra dibantu oleh F yang membantu peredaran dan memasarkan hingga ke tingkat bawah," kata Trunoyudo.
Lebih lanjut, uang dari hasil kejahatan tersebut kemudian disamarkan dalam bentuk aset bergerak dan tidak bergerak.
Trunoyudo mengungkapkan bahwa dalam TPPU tersebut Hendra dibantu oleh delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Triomawan, M. Amin, Syahrul, Chandra Ariansyah, Abdul Aziz, Nur Yusuf, Rivky Oktana dan Arie Yudha.
"Peran mereka mengelola uang hasil kejahatan dan melakukan pencucian uang," ujarnya.
Lebih lanjut, dari penyidikan gabungan dengan PPATK, diketahui Hendra selama menjalankan bisnis haramnya dari 2017 hingga 2023, perputaran uang yang dihasilkan mencapai Rp2,1 triliun.
Trunoyudo menuturkan uang dari hasil kejahatan tersebut sebagian disamarkan dengan membeli aset-aset yang telah disita menjadi barang bukti.
Aset-aset yang disita antara lain 21 kendaraan roda empat, 28 kendaraan roda dua, 5 kendaraan laut (1 speed boat, 4 kapal), 2 kendaraan jenis ATV, 44 tanah dan bangunan, 2 jam tangan mewah, uang tunai Rp1,2 miliar, dan deposito Standard Chartered sebesar Rp500 juta.
"Nilai total aset sebesar Rp221 miliar. Rencana tindak lanjut melakukan pemberkasan untuk diserahkan kepada jaksa penuntut umum," tandas Trunoyudo.
Baca juga: Kabareskrim Ungkap Peran Para Terpidana Kasus TPPU dari Hasil Bisnis Narkoba Jaringan Malaysia