Polemik Skema Power Wheeling dalam RUU EBET, Pengamat Ingatkan Isi Pasal 33 UUD 1945
Pengamat energi mengatakan pengelolaan sistem tenaga listrik di luar PLN adalah pelanggaran terhadap konstitusi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Febri Prasetyo
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, mengatakan pengelolaan sistem tenaga listrik di luar PLN adalah pelanggaran terhadap konstitusi, sekaligus menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini ia sampaikan untuk merespons munculnya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) yang tengah digodok di DPR.
“Penguasaan jaringan transmisi ketenagalistrikan harus dikuasai negara melalui BUMN, yaitu PLN. Itu amanat konstitusi yang diturunkan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL),” kata Marwan kepada wartawan, Rabu (18/9/2024).
Adapun power wheeling adalah mekanisme yang memungkinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk menjual listrik secara langsung kepada konsumen. Dalam skema ini, pihak swasta dapat menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN.
Menurutnya skema power wheeling menabrak bunyi Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Hal ini juga pernah diputus oleh MK dalam putusan nomor 36 tahun 2012, yang menjelaskan dan mempertegas penguasaan negara menguasai sektor strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Mantan anggota DPD RI ini mengungkap ada juga putusan MK nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan sistem unbundling mereduksi makna dikuasai negara yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945.
"Terbaru, putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 menyatakan usaha ketenagalistrikan yang dilakukan secara kompetitif dan unbundling bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945," terangnya.
Skema power wheeling sendiri juga dikhawatirkan mewariskan tarif listrik yang tidak lagi terjangkau bagi rakyat, apalagi jika kebijakan itu dibuka untuk swasta. Negara pun bisa merugi karena jaringan transmisi listrik yang sama juga digunakan oleh swasta.
Berkenaan dengan ketentuan tersebut, Marwan berharap sistem ketenagalistrikan sebaiknya dijalankan sesuai dengan regulasi yang ada. Dalam hal ini, yang bisa menjual listrik ke masyarakat hanya PLN.
"Jadi sekali lagi, aturan jangan diakal-akali. Nanti melanggar. Jangan seolah-olah boleh, tapi melanggar," kata Marwan.