Kerusakan Lingkungan yang Rugikan Negara Rp 271 T di Kasus Timah Akibat Penegakkan Hukum Tidak Jalan
Pandangan itu Majelis Hakim sampaikan ketika memeriksa lima orang saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mempertanyakan tak berjalannya penegakkan hukum di wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung.
Pasalnya menurut Hakim, hal itu ditandai dengan maraknya aksi penambang liar yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hingga merugikan negara mencapai Rp 271 Triliun.
Pandangan itu Majelis Hakim sampaikan ketika memeriksa lima orang saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 triliun dengan terdakwa Harvey Moeis Cs, Senin (23/9/2024).
Awalnya hakim membahas soal Undang-Undang Lingkungan Hidup yang dinilainya sudah cukup lengkap.
Lantaran kata dia dari UU tersebut mampu menjebloskan Gubernur dan Bupati ke penjara jika tidak menindak para pelaku perusakan lingkungan.
Baca juga: Urgensi Pengembangan Bioetanol di Indonesia: Menjawab Tantangan Energi, Ekonomi, dan Lingkungan
"Makannya kalau UU itu sudah cukup lengkap, semestinya tidak terjadi seperti begini, tapi faktanya ada (kasus kerusakan lingkungan)," kata Hakim Anggota.
Lantas Hakim pun mempertanyakan permasalahan apa yang terjadi di wilayah tersebut sehingga penegakkan hukum lingkungan di kawasan itu tidak berjalan semestinya.
Kemudian Hakim pun menyasar ke saksi Heru Prayoga selaku karyawan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Pemprov Bangka Belitung yang saat itu jadi saksi.
"Coba bagaimana masalah penegakkan hukum lingkungan kok tidak jalan di Bangka ini? Apa masalahnya?," tanya Hakim.
"Yang dapat saya sampaikan, Dinas LHK punya UPTD pak di setiap kabupaten," kata Heru.
Menimpali jawaban itu, Hakim pun menyebut bahwa dirinya mengetahui memang ada petugas satuan unit di setiap kabupaten.
Namun menurut dia, yang menjadi persoalan kenapa proses penegakan hukum lingkungan di wilayah Bangka tidak berjalan.
Bahkan kata Hakim kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut seakan dibiarkan oleh para pihak baik penegak hukum, pemerintah daerah maupun orang-orang di PT Timah.