Usut Kasus Dugaan Korupsi Emas, Kejagung Periksa Kadiv Akuntansi dan Perpajakan PT Antam
Kejaksaan Agung RI lanjut mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas PT Antam periode 2010-2022.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Hasanudin Aco
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI lanjut mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas PT Antam periode 2010-2022.
Dalam lanjutan kasus tersebut Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa 1 orang saksi berinisial HS.
"Saksi yang diperiksa berinisal HS selaku Kepala Divisi Akuntansi dan Perpajakan PT Antam Tbk," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar dalam keterangannya, Selasa (24/9/2024).
Harli menjelaskan HS diperiksa oleh penyidik Jampidsus pada Senin 23 September 2024 kemarin.
Dia diperiksa untuk HN selaku eks General Manager (GM) PT Antam periode 2010-2011 yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," jelasnya.
Terkait perkara ini selain HN, sebelumnya Kejagung juga telah menetapkan 5 tersangka lain yang juga merupakan mantan GM PT Antam Tbk.
Mereka yakni DM (Dody Martimbang) selaku GM periode 2013-2017; AHA (Abdul Hadi Avicena) selaku GM periode 2017-2019; MAA (Muhammad Abi Anwar) selaku GM periode 2019-202; dan ID (Iwan Dahlan) selaku GM periode 2021-2022.
Selain dari PT Antam, Kejagung juga telah menetapkan 7 tersangka lain dari pihak swasta antara lain LE, SL, SJ, JT, GAR, HKT, dan DT.
Mereka diduga telah berkongkalikong untuk melekatkan merek Logam Mulia Antam tanpa didahului kerja sama.
"Menyalahgunakan jasa manufaktur yang diselenggarakan oleh UBPPLM sehingga para tersangka tidak hanya menggunakan jasa manafukatur untuk pemurnian pelebuhan dan pencetakan melainkan juga untuk melekatkan merk LM Antam tanpa didahului kerja sama dan membayar kewajiban kepada PT Antam," ujar Harli.
Hasilnya, mereka memproduksi emas dengan merek Antam secara ilegal dalam kurun waktu 2010 sampai 2021.
Tak tanggung-tanggung, produksi emas ilegal itu mencapai 109 ton, sehingga negara diperkirakan merugi Rp 1 triliun.
"Selanjutnya sesuai estimasi total logam mulia yang telah dipasok dengan para tersangka untuk selanjutnya diproduksi menjadi logam mulia dengan merk LM antam secara ilegal dalam kurun waktu tersebut seluruhnya mencapai 109 ton emas," katanya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.