Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RPMK tentang Tembakau Terus Dipertanyakan, Pemangku Kepentingan Tidak Dilibatkan?

Kemendag mengingatkan bahwa selain tantangan terkait merek dagang, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dapat menciptakan hambatan perdagangan.

Penulis: Erik S
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in RPMK tentang Tembakau Terus Dipertanyakan, Pemangku Kepentingan Tidak Dilibatkan?
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petani menyortir tembakau di gudang. Kemendag mengingatkan bahwa selain tantangan terkait merek dagang, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dapat menciptakan hambatan perdagangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik terus mendatangkan kritik.

Kebijakan yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini dinilai tidak melibatkan berbagai kementerian dan pihak terkait dalam proses penyusunannya.

“DPR tentu tidak mau meninggalkan aspek kesehatan, tentu itu fundamental sekali, tetapi juga tidak mau meninggalkan aspek bisnis dan usaha di mana kementerian yang mengatur bukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saja," kata anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay dalam sebuah forum diskusi, Kamis (26/9/2024).
 
Menurut Saleh, kementerian lainnya juga turut berperan.

Baca juga: Anggota DPR: Kolaborasi Jadi Kunci Industri Rokok Tetap Hidup Tapi Terkendali

"Ada Kementerian Perdagangan (Kemendag), ada Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kemudian, ada Kementerian Pendidikan karena ada sangkut pautnya dengan sekolah,” kata dia.

Saleh mempertanyakan apakah seluruh pemangku kepentingan dilibatkan dalam menyusun RPMK tersebut. Menurutnya, jika mereka tidak dilibatkan, mereka merasa ditinggalkan dan akan protes.
 
“Permasalahan utama ini dalam penyusunan Peraturan Pemerintah. Kami selaku pemangku kepentingan di bidang produksi industri tidak dilibatkan. Bahkan, finalisasi Peraturan Pemerintah sebelum ditanda tangan oleh Presiden Republik Indonesia itu tidak diparaf oleh beberapa kementerian. Justru di sinilah yang kami sesalkan,” kata Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi.
 
Benny menambahkan, untuk masalah kesehatan, industri juga sepakat tidak mau Indonesia menjadi tidak sehat. Namun, ia menegaskan bahwa pembahasan permasalahan ini tidak bisa hanya mempertimbangkan sudut pandang kesehatan atau industri saja.

Kedua belah pihak harus duduk bersama-sama untuk menemukan jalan tengah yang dapat memfasilitasi kebutuhan seluruh pihak terkait.
 
“Kami ingin melakukan pengendalian terhadap rokok dan zat adiktif lainnya. Kami tidak melarang orang merokok. Orang tetap boleh merokok karena merokok adalah hak dari masing-masing,” kata Kabiro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.
  
Kemasan Polos

Salah satu pasal yang menjadi kontroversi dalam RPMK adalah ketentuan mengenai standardisasi kemasan menjadi polos. Pasal 5 dalam draf menyebutkan, kemasan produk tembakau harus berwarna Pantone 448 C, serta memiliki penulisan merek, varian, dan identitas produsen menggunakan Bahasa Indonesia.
 
Secara terpisah, Negosiator Perdagangan Ahli Madya Kemendag Angga Handian Putra menyatakan, Kemenkes belum memberikan undangan resmi kepada Kemendag untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan kemasan rokok polos (24/9/2024).

Berita Rekomendasi

Menurut Angga, pihaknya mengetahui rancangan aturan tersebut melalui situs Kemenkes, bukan dari komunikasi langsung.


 
Kemendag juga mengingatkan bahwa selain tantangan terkait merek dagang, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dapat menciptakan hambatan perdagangan.

Angga turut menyoroti pentingnya bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa kebijakan ini mendukung kesehatan masyarakat, sesuai dengan perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang berlaku.
 
"Kami berharap bahwa Kementerian Kesehatan menyertai bukti-bukti ilmiah dan memperhatikan ketentuan-ketentuan WTO yang ada," pungkas Angga.
 
Kementerian Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani juga terang-terangan menyampaikan kekhawatirannya.

Ia menyoroti potensi kesulitan pengawasan di lapangan jika kebijakan kemasan polos ini diterapkan, terutama dalam membedakan berbagai jenis rokok yang beredar. Hal ini berpotensi untuk meningkatkan peredaran rokok ilegal.
 
“Bahwa kalau kemudian kemasan rokok menjadi polos, dari sisi pandangan kami, punya risiko dalam aspek pengawasan," kata Askolani saat konferensi pers APBN Kita Edisi September 2024 di Jakarta (23/9/2024).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas